Bareksa.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USDIDR) terus menunjukkan pelemahan sejak awal tahun 2018. Meskipun demikian, depresiasi rupiah ini murni karena sentimen global yang mendorong penguatan dolar AS sementara data kondisi ekonomi domestik terpantau masih stabil.
Sampai dengan berita ini dibuat hari ini 2 Maret 2018, Indeks Dolar AS (DXY) berada di level 90,2 atau turun 0,17 persen dibandingkan perdagangan kemarin. Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada pada level Rp13.770 atau menguat 0,16 persen dibandingkan kemarin.
Meskipun hari ini rupiah terapresiasi, sejak awal tahun mata uang Indonesia ini terus melemah terhadap dolar AS hingga menembus level Rp13.700-an per dolar AS, terlemah dalam dua tahun terakhir. Nilai tukar rupiah berada pada level Rp13.514 per dolar AS pada awal tahun 2018 dan pada awal bulan Maret berada pada level Rp13.748 per dolar AS.
Hal ini lebih disebabkan karena penguatan Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, seperti Euro, Yen, Pound Sterling, Canadian dollar, Swiss franc, dan Krona Swedia.
Pergerakan rupiah dibandingkan dengan Indeks Dolar AS (DXY)
Sumber: Bloomberg.com
Penguatan Indeks Dolar AS ini seiring dengan ekpektasi percepatan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Bahkan, peningkatan suku bunga acuan oleh the Fed tersebut diperkirakan akan terjadi sampai empat kali dalam tahun ini.
Padahal, kondisi ekonomi domestik masih terjaga, terlihat dari data inflasi Februari 2018, yang masih di bawah ekpektasi Bank Indonesia. Kemarin, Badan Pusat Statistik mengumumkan tingkat inflasi Februari 2018 sebesar 0,17 persen, lebih rendah dari tingkat inflasi Januari sebesar 0,62 persen. Tingkat inflasi bulanan yang rendah juga seiring dengan tingkat inflasi tahunan yang rendah, yaitu sebesar 3,18 persen secara year on year (yoy).
Kondisi positif dari data inflasi Februari juga didukung dengan indikator makro ekonomi lainnya, seperti posisi cadangan devisa. Merujuk data Bank Indonesia, cadangan devisa Indonesia meningkat ke US$131,9 miliar pada bulan Januari lalu.
Grafik Cadangan Devisa Indonesia (dalam US$ miliar)
Sumber: Bareksa.com
Hal ini dapat menjadi katalis positif, karena dengan posisi cadangan devisa yang terus bertambah, Bank Indonesia dapat lebih leluasa melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Langkah moneter tersebut dilakukan dengan menjual pasokan valuta asing di pasar untuk mencegah pelemahan nilai tukar rupiah lebih dalam.
Pada dasarnya, pelemahan nilai tukar rupiah juga diiringi dengan pelemahan nilai tukar negara lain di Asia, seperti ringgit Malaysia, rupee India, dan dolar Hong Kong.
Sebagai tambahan informasi, keputusan Amerika Serikat yang akan menaikkan tarif impor baja dan aluminium diperkirakan dapat menjadi penekan pergerakan Indeks Dolar AS. Hal ini karena kebijakan tersebut dapat memicu perang dagang antara Amerika Serikat dengan negara lain, sehingga dapat menekan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sendiri. Di sisi lain, tertekannya pergerakan Indeks Dolar AS diharapkan dapat menjadi penguatan nilai tukar rupiah sendiri. (hm)