Bareksa.com – Kejayaan Grup Lippo di bursa saham tampaknya mulai pudar. Hal ini terlihat dari penurunan signifikan sejumlah harga saham yang tergabung dalam konglomerasi ini dalam tiga tahun terakhir. Penurunan kinerja keuangan dan dihapuskannya dari indeks saham bergengsi menjadi sejumlah faktor yang membuat saham-saham ini merosot.
Meski pasar modal Indonesia terus bertumbuh dengan Indeks Harga Saham Gabungan naik 21,25 persen dalam tiga tahun, kapitalisasi saham dalam konglomerasi yang dimiliki oleh taipan Mochtar Riady ini menyusut hingga kurang dari separuh nilainya jika dibandingkan tiga tahun lalu.
Sejumlah perusahaan Grup Lippo melantai di Bursa Efek Indonesia dengan dua entitas utama yang bertindak sebagai holding dari sejumlah perusahaan lain. Holding yang pertama adalah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang menjadi induk usaha bagi bisnis properti dan terkait jasa kesehatan (healthcare), yakni PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO).
Lalu, entitas holding kedua adalah PT Multipolar Tbk (MLPL) menaungi perusahaan dengan bisnis berbasis ritel, teknologi dan informasi. Mereka adalah PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Link Tbk (LINK).
Dalam tiga tahun terakhir, dua induk usaha ini mengalami penurunan harga saham. Harga saham LPKR anjlok hingga 54,71 persen ke level Rp505 per saham pada 6 Februari 2018 dari sebelumnya Rp1.110 per saham pada 6 Februari 2015.
Tidak berbeda dalam periode yang sama, harga saham MLPL juga longsor hingga 79,75 persen menjadi Rp184 dari sebelumnya Rp810 per saham.
Kinerja Saham LPKR dan MLPL (2015-2018)
Sumber: Bareksa.com
Nilai Kapitalisasi Pasar Saham
Anjloknya harga saham jelas menekan nilai kapitalisasi pasar (market cap) saham dua induk usaha dari sejumlah perusahaan Grup Lippo ini.
Per 6 Februari 2018, nilai kapitalisasi pasar saham LPKR hanya tersisa Rp11,89 triliun dari sebelumnya Rp26,12 triliun di 6 Februari 2015.
Setali tiga uang, nilai kapitalisasi pasar saham MLPL tersisa Rp1,6 triliun dari sebelumnya Rp7,3 triliun.
Market Cap Saham-Saham Grup Lippo
Sumber: Data diolah Bareksa
Jika digabungkan, kapitalisasi kedua induk usaha ini hanya tersisa Rp13,5 triliun per 6 Februari 2018 dari Rp33,38 triliun pada tiga tahun sebelumnya. Berarti, dalam tiga tahun terakhir nilai kapitalisasi saham LPKR dan MLPL telah menyusut 59,46 persen atau Rp19,8 triliun.
Kapitalisasi Dua Induk Usaha Grup Lippo
Sumber: Data diolah
Kinerja Keuangan Grup Lippo
Dari sisi kinerja keuangan, pelemahan pasar properti pada tahun lalu menyebabkan kinerja Lippo Karawaci cenderung stagnan sepanjang sembilan bulan di 2017. Meski begitu, pendapatan dari divisi healthcare dan pendapatan berulang (recurring income) LPKR berhasil naik hingga double digit.
Selama periode Januari-September 2017, LPKR mencatat pendapatan Rp7,5 triliun. Jumlah ini hanya naik tipis 3,45 persen year-on-year (yoy) dari periode yang sama di 2016 sebesar Rp7,25 triliun. Dalam periode tersebut, laba bersih perseroan menyusut 6 persen menjadi Rp625 miliar dari sebelumnya Rp665 miliar.
Salah satu kontributor bisnis utama LPKR adalah LPCK, yang memegang langsung proyek kota baru Meikarta dengan klaim investasi hingga Rp278 triliun.
Laba bersih LPCK turun 10 persen menjadi Rp418 miliar untuk periode sembilan bulan di 2017, dibandingkan Rp464 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal, dari sisi pendapatan, perseroan mencatatkan peningkatan tipis 2 persen menjadi Rp1,23 triliun dari sebelumnya Rp1,2 triliun. (Lihat Gara-Gara Meikarta, Beban Iklan LPCK Capai Rp1,4 Triliun Per September 2017)
Pendapatan dan Laba LPCK
Sumber: Laporan keuangan perusahaan
Kinerja MLPL
Sementara itu, MLPL sepanjang Januari-Juni 2017 masih merugi hingga Rp323 miliar. Kerugian ini membengkak lebih dari tujuh kali lipat jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang membukukan kerugian Rp47,6 miliar. Padahal, pendapatan perseroan hanya turun tipis menjadi Rp8,6 triliun dari sebelumnya Rp8,7 triliun.
Penurunan kinerja MLPL ini seiring adanya penurunan kinerja entitas anak usaha yakni MPPA yang juga membukukan kerugian Rp170 miliar pada semester I 2017. Pemilik gerai Hypermart tersebut mencatat angka kerugian per Juni 2017 melonjak lebih dari delapan kali lipat jika dibandingkan rugi Rp20 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Buruknya kinerja tersebut sebagian besar disebabkan oleh tingkat penjualan lebih rendah, margin laba bruto yang lebih rendah dan allowance terhadap piutang yang dicatat pada kuartal pertama tahun ini. (Baca juga Hypermart Dikabarkan Menunggak Pembayaran ke Supplier, Ini Penjelasan MPPA)
Kemudian, sepanjang paruh pertama tahun 2017, Matahari Department Store juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Peritel ini membukukan penjualan Rp 5,73 triliun, atau tumbuh 10,77 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp 5,18 triliun.
Tingkat pertumbuhan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penjualan pada semester I 2016 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2015. Pendapatan perseroan pada periode tersebut melonjak 32,12 persen dari Rp 3,92 triliun menjadi Rp 5,18 triliun. (Baca Daya Beli Melemah Sebabkan Harga Saham LPPF Turun di Level Terendah Sejak 2013?)
Turun Kasta
Di samping buruknya kinerja keuangan belakangan ini, saham-saham Grup Lippo juga mendapat tekanan besar karena keluar dari indeks bergengsi yang sering menjadi acuan para manajer investasi besar.
Saham LPKR terkena rebalancing (perubahan komposisi) dari Indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) untuk periode November 2017 - Mei 2018. LPKR harus turun kasta ke MSCI Indonesia Small Cap Index dari sebelumnya MSCI Emerging Market Index.
Indeks MSCI seringkali menjadi patokan bagi investor dan manajer investasi bagi portofolio mereka sehingga perubahan ini kerap memengaruhi keputusan para investor di pasar saham Indonesia.
Sebelumnya, seperti yang diumumkan oleh Bursa, dua saham Grup Lippo juga terlempar dari indeks LQ45 untuk periode Februari - Juli 2017. Saham MPPA dan SILO sejak akhir Januari 2017 tidak lagi masuk ke dalam daftar jajaran saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut