Bareksa.com – Tiga badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan membukukan kinerja saham positif usai holding BUMN industri pertambangan resmi terbentuk menjelang akhir tahun lalu. Dalam dua bulan terakhir, harga saham tiga BUMN tambang tercatat di Bursa Efek Indonesia tumbuh hingga 51,1 persen.
Holding BUMN industri pertambangan resmi terbentuk pada 29 November 2017, usai PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS) melangsungkan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Dalam RUPSLB tersebut, pemerintah resmi mengalihkan kepemilikan di tiga saham tersebut kepada PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Setelah pembentukan holding, saham-saham BUMN sektor pertambangan melaju. Harga saham Aneka Tambang (Antam) berkode ANTM pada penutupan perdagangan saham di Bursa 29 November 2017 tercatat sebesar Rp665 per saham. (Lihat BEI : Pembentukan Holding BUMN Bakal Berimbas Positif ke Tiga Emiten Tambang)
Sementara, pada penutupan perdagangan saham 31 Januari 2018, saham ANTM diperdagangkan seharga Rp915 per saham. Artinya, harga saham ANTM meningkat 37,59 persen sejak holding terbentuk.
Grafik Pergerakan Harga Saham ANTM
sumber: Bareksa
Bukit Asam merupakan BUMN tambang yang mengalami pertumbuhan harga saham paling tinggi. Saat holding BUMN terbentuk harga saham PTBA tercatat sebesar Rp11.250, atau sebesar Rp2.250 setelah PTBA melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dengan rasio 1:5.
Pada penutupan perdagangan saham di Bursa 31 Januari 2018, harga saham PTBA sebesar Rp3.400, meningkat 51,11 persen dibandingkan dengan harga saat BUMN industri pertambangan resmi terbentuk.
Grafik Pergerakan Harga Saham PTBA
sumber: Bareksa
Sedangkan harga saham TINS telah tumbuh 24,26 persen pada 31 Januari 2018 sejak holding terbentuk. Harga saham Timah pada 29 November sebesar Rp845 per saham sedangkan pada 31 Januari 2018 sebesar Rp1.050 per saham.
Grafik Pergerakan Harga Saham TINS
sumber: Bareksa
Terdongkrak Harga Komoditas
Pertumbuhan harga saham TINS sejak tahun lalu tidak terlepas dari meningkatnya harga saham timah di London Metal Exchange (LME). Harga timah sejak 29 November 2017 hingga 31 Januari 2018 tercatat naik sebesar 12,05 persen.
Harga timah pada akhir November tahun lalu diperdagangkan senilai US$19.500 per ton, sementara pada akhir Januari tahun ini harga timah meningkat menjadi US$21.850 per ton, setelah sempat menyentuh harga tertingginya senilai US$22.100 per ton pada 29 Januari 2018.
Sentimen positif turut dialami Antam dan Bukit Asam. Harga komoditas yang diperdagangkan kedua perusahaan ini meningkat sejak tahun lalu.
Harga kontrak berjangka emas tercatat meningkat 4,82 persen sepanjang periode 29 November 2017 hingga akhir Januari 2018. Pada akhir November, harga emas diperdagangkan senilai US$1.286 per ounce, sementara pada 31 Januari 2018, harga emas ditutup seharga US$1.348 per ounce.
Antam juga mendapat sentimen positif dari peningkatan harga nikel dunia yang merupakan salah satu produknya. Dalam satu tahun terakhir, harga nikel naik 15,3 persen menjadi US$11.495,1 per metrik ton dari sebelumnya US$9.971,5 per metrik ton. Hal ini terdorong sejumlah sentimen datang dari dua negara produsen Asia, yaitu Filipina dan China.
Kepala Riset OSO Sekuritas, Riska Afriani menjelaskan, meningkatnya harga saham BUMN industri pertambangan lebih banyak karena faktor harga komoditas. Meskipun sentimen holding positif, hal itu tidak banyak memengaruhi pergerakan harga saham perusahaan-perusahaan tersebut.
Bukit Asam, sebagai emiten BUMN tambang dengan pertumbuhan paling tinggi terpengaruh dua faktor, yakni kenaikan harga komoditas batu bara, dan stock split. “Saham PTBA meningkat setelah stock split, karena sebelumnya sempat turun cukup banyak,” terang dia kepada Bareksa di Jakarta, Kamis, 1 Februari 2018.
Berdasarkan pengumuman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, harga batu bara acuan (HBA) bulan Januari 2018 untuk penjualan langsung (spot) pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut (FOB vessel) adalah US$95,5 per ton. (Lihat Topang Kinerja Reksa Dana, Sektor Tambang akan Terus Menguat hingga Maret 2018?)
Historikal HBA Sepanjang 2017 – 2018 (US$/ton)
Harga yang menjadi acuan untuk batu bara yang akan diekspor maupun digunakan di dalam negeri tersebut naik 1 persen dibandingkan harga di bulan sebelumnya. Peningkatan harga ini merupakan kelanjutan uptrend HBA selama tujuh bulan berturut-turut.
Dia melanjutkan, hal yang sama juga terjadi pada harga saham ANTM dan TINS. Harga timah dan emas meningkat sejak menjelang akhir tahun lalu. (hm)
DISCLAIMER
Semua data return dan kinerja investasi yang tertera di dalam artikel ini tidak dapat digunakan sebagai jaminan dasar perhitungan untuk membeli atau menjual suatu efek. Data-data tersebut merupakan catatan kinerja berdasarkan data historis dan bukan merupakan jaminan atas kinerja suatu efek di masa mendatang. Investasi melalui saham mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami kinerja keuangan saham tersebut sebelum mengambil keputusan untuk membeli atau menjual suatu efek. Bareksa tidak bertanggung jawab atas keputusan investor untuk membeli dan menjual efek.