Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, perolehan laba bersih bank umum hingga Oktober 2017 sebesar Rp111,05 triliun. Nilai tersebut meningkat 16,5 persen dibandingkan periode Oktober 2016 yang mencapai Rp 95,33 triliun.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, bank BUKU I masih mencatat penurunan laba menjadi Rp642 miliar pada Oktober 2017, dari realisasi pada Oktober 2016 yang mencapai Rp927 miliar. Penurunan juga terjadi pada bank BUKU II dari Rp9,89 triliun pada Oktober 2016 menjadi Rp8,72 triliun pada Oktober 2017.
Namun demikian, untuk bank BUKU III labanya justru meningkat menjadi Rp29,5 triliun pada Oktober 2017 atau naik 16,6 persen dari Rp25,29 triliun pada Oktober 2016. (Baca : Saham Sektor Keuangan Jadi Primadona Tahun 2017, Ini Analisisnya)
Peningkatan juga terjadi pada bank BUKU IV yang mencapai Rp71,21 triliun atau berkontribusi 64,12 persen dari total laba keseluruhan. Angka itu melonjak 21,2 persen dibandingkan Oktober 2016, laba bank kelas atas tersebut baru Rp58,71 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, mengungkapkan, perolehan laba bank tergantung kapasitas bank dan tingkat efisiensinya. “Semakin efisien sebuah bank, maka semakin tinggi labanya. Begitu juga dengan kapasitasnya, kalau semakin besar, maka labanya semakin tinggi,” ujar dia di Jakarta belum lama ini. (Lihat : Ditutup Menguat 2,58 Persen dan Tembus Level Resisten, Ini Prospek Saham BBTN)
Menurut Heru, jumlah bank saat ini memang relatif banyak. Pihaknya juga akan melihat dengan jumlah bank tersebut apakah masih efektif pengaruhnya terhadap perekonomian. “Kami akan lihat peran bank seperti apa, kalau tidak ada perannya terhadap perekonomian untuk apa. Nanti kami lihat apakah masih cocok dengan jumlah bank seperti ini,” kata dia. (Baca : Nilai Transaksi Tembus Rp328,9 miliar, Ini Analisa Teknikal Saham BBCA)
NIM Menurun
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT. Bank Dinar Indonesia Tbk Hendra Lie mengungkapkan, rasio margin bersih (net interest margin/NIM) perseroan memang menurun. Adapun posisi saat ini adalah 4,3 persen. (Lihat : OCBC NISP Targetkan Nasabah Orang Kaya Melonjak 300 Persen, Apa Alasannya?)
Penurunan NIM di Bank Dinar terjadi karena pihaknya harus memberikan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah atau sama dengan bank besar untuk bisa menarik debitur. Perseroan sebelumnya berani menawarkan suku bunga kredit yang lebih tinggi karena jumlah pemain yang tidak banyak.
“Sekarang bank-bank BUKU III sudah main ke bisnis yang kami geluti sehingga kami harus memberikan entertain untuk bisa bersaing dengan bank-bank tersebut yang bisa memberikan suku bunga rendah dan LTV lebih tinggi,” ungkap dia. (Baca : Menguat 3,8 Persen, Ini Analisa Teknikal dan Fundamental BBNI)
Dari sisi biaya dana pun, Bank Dinar yang masih berstatus BUKU I juga tidak bisa bersaing dengan bank kelas atas yang memiliki rasio CASA yang lebih tinggi. Sementara rasio CASA Bank Dinar saat ini berada di angka 17,5 persen.
“Kami harus meningkatkan layanan dengan menggandeng ATM Bersama supaya nasabah mau memarkir dananya di Bank Dinar,”kata dia. (Lihat : Topang Penguatan IHSG, Secara Teknikal Bagaimana Prospek Saham BBRI?)
Penurunan Laba
Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk, Edy Kuntardjo, mengungkapkan pihaknya masih mencatatkan penurunan laba dibandingkan tahun sebelumnya. Namun sampai akhir 2017, perseroan berharap bisa mencapai target laba Rp15 miliar. (Baca : BNI Terima Laba Rp3,75 T Dari Bisnis Tresuri, Internasional, dan DPLK)
Edy menjelaskan, penurunan laba tersebut terjadi karena perseroan harus memupuk pencadangan untuk mengantisipasi peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). ”Ditambah pertumbuhan kredit saat ini juga masih rendah,” ungkap dia.
Sementara dari sisi NIM, pihaknya masih mencatat pergerakan NIM yang stabil di angka 4,5 persen. Rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) juga terhitung longgar di kisaran 74 persen. (K09/AM) (Lihat : Danamon Akan Diakuisisi Bank Asal Jepang, Ini Kata OJK)