Bareksa.com - Pemerintah menegaskan tidak menjual aset negara kepada pihak asing dan pihak swasta sejalan dengan santernya isu Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) melepas aset tersebut dari negara.
Masyarakat perlu mengetahui bahwa kondisi yang sebenarnya terjadi adalah pemerintah menjalin kerja sama dengan swasta dan asing untuk memaksimalkan pelayanan.
Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan, Wijayanto Samirin, menilai ada kesalahpahaman di masyarakat mengenai beredarnya isu bahwa pemerintah menjual aset negara. Dia menegaskan negara tidak melakukan transfer aset ke pihak swasta dan asing. Hingga saat ini aset yang ada di Tanah Air masih dipegang sepenuhnya oleh negara.
"Salah pengertian saja karena yang terjadi adalah kerja sama dengan pihak swasta dan asing untuk meningkatkan pelayanan. Dalam konteks ini, pemerintah ada kelemahan dalam konteks pelayanan. Daripada belajar dari nol kenapa tidak kerja sama dengan yang berpengalaman," kata Wijayanto, di Jakarta, Jumat, 24 Jovember 2017. (Baca : Holding BUMN Tambang Ditargetkan Masuk 500 Fortune Global Company)
Menurut Wiajayanto, kerja sama yang dilakukan tidak ada sama sekali kegiatan melakukan transfer aset dan aset yang ada tetap dimiliki negara sepenuhnya. Masyarakat perlu memahami kondisi ini agar tidak menimbulkan hal-hal yang menganggu stabilitas ekonomi termasuk menganggu arus investasi yang masuk.
"Ini bentuk kerja sama dalam hal operasional saja. Kita menggandeng yang sudah punya pengalaman panjang mengelola. Tapi, kepemilikan tidak berubah. Swasta atau asing yang sudah mempunyai banyak pengalaman di tempat lain akan lebih mudah mentransfer knowledge untuk mengelola aset-aset yang ada di Indonesia," ujarnya.
Kerja Sama Agar Efisien
Wijayanto menilai kerja sama yang dilakukan akan menyehatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena pengelolaan aset-aset seperti bandara, pelabuhan, dan jalan tol yang ada lebih efisien serta nantinya bisa memaksimalkan keuntungan BUMN tersebut. (Lihat : Holding Belum Terbentuk, Perusahaan Tambang BUMN Bentuk JV Pengolahan Limbah)
Tidak hanya itu, kerja sama yang terjalin bisa menghemat dari aspek investasi dan memaksimalkan penerimaan. Apabila BUMN yang ada didorong untuk memaksimalkan pelayanan, kata Wijayanto, akan membutuhkan waktu panjang dan proses pembelajaran yang tidak sebentar.
"Kalau kita kelola sendiri, BUMN misalnya, harus melalui proses panjang dalam belajar. Sehingga dalam konteks memperbaiki pelayanan ke masyarakat maka kerja sama adalah pilihan tepat," ujarnya.
Di sisi lain, lanjutnya, kerja sama dengan swasta dan asing memang diperlukan, misalnya, dalam aspek pembangunan infrastruktur. Setiap tahunnya setidaknya Indonesia membutuhkan Rp1.400 triliun guna memaksimalkan pembangunan infrastruktur yang mampu menjawab berbagai macam persoalan. Di sini, kombinasi swasta dan BUMN menjadi penting. (Baca : PT KAI Kaji Sekuritisasi Aset dan Rilis Global Bond Tahun Depan)
Swasta Tertarik Proyek Jalan Tol
Apalagi, kata Wijayanto, swasta cukup tertarik dengan proyek infrastruktur seperti jalan tol. Namun sayangnya, masih sering terkendala dengan pembebasan lahan sehingga di sini peran BUMN bisa dimaksimalkan untuk menyelesaikan sejumlah persoalan di proyek infrastruktur yang sedang digencarkan pemerintah.
"Investor menahan karena ada risiko, misalnya, pembebasan lahan. Dalam konteks ini, BUMN bisa masuk dulu dan menyelesaikannya. Risiko dihilangkan dan swasta bisa masuk sebagai investor. Bahkan, jika BUMN masuk dulu lalu mengundang investor swasta lebih positif karena BUMN mendapatkan marjin. Apa yang diinvestasikan dan diterima ada selisih," tuturnya.
Lebih lanjut, ia berharap, BUMN bisa memaksimalkan fungsi dan tugasnya untuk membantu masyarakat tanpa terkecuali di seluruh wilayah di Indonesia dan tidak semata-mata memfokuskan diri terhadap profit. BUMN yang bergerak di jalan tol, misalnya, harus melihat seberapa panjang jalan tol yang dibangun meski tetap melihat keuntungan yang proprosional. (Lihat : Jasa Marga Bidik Dua Tol Trans Jawa Milik Waskita)
"BUMN apa yang dikerjakan adalah membantu masyarakat dan bukan profit semata. Kalau hanya mengumpulkan aset maka dia profit saja. Terpenting adalah seberapa panjang jalan tol yang dia bangun karena itu yang akan dirasakan masyarakat. Jadi, jalan tol, bandara, dan pelabuhan harganya ada di tangan pemerintah. Masyarakat tidak akan terbebani," pungkasnya. (K03/AM)