Bareksa.com - Perusahaan pemasok batu bara, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) membidik pembangkit listrik berkapasitas hingga 2.000 megawatt (MW) tahun depan. Perseroan menargetkan kontribusi pendapatan dari bisnis pembangkit listrik pada 2020 mencapai 30 persen dari total pendapatan.
Direktur Keuangan Indo Tambangraya Megah, Julius Gozali, mengatakan untuk mencapai kontribusi pendapatan 30 persen, perseroan membutuhkan pembangkit listrik berkapasitas 6.000-7.000 MW pada 2020.
"Tapi perolehan pembangkit listrik kita tergantung tender PLN (PT Perusahaan Listrik Negara)," terang Julius di Jakarta, Selasa, 14 November 2017. (Baca : Sektor Tambang Kembali Bawa Indeks ke 6.000 Gara-Gara Harga Komoditas Ini)
Julius menuturkan, untuk mencapai target tersebut perseroan akan lebih banyak mengikuti tender PLN. Akuisisi pembangkit listrik belum masuk kriteria Indo Tambangraya.
Menurut Julius, tidak banyak perusahaan yang bersedia menjual pembangkit listriknya. Jikapun ada yang mau menjual, biasanya pembangkit listrik tersebut bermasalah. (Lihat : Menilik Strategi Efisiensi PLN Hingga 2026 di Tengah Pertumbuhan Pelanggan)
Studi Kelayakan PLTA dan PLTS
Di samping membidik tender pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), perseroan tengah melangsungkan studi kelayakan (feasibility study/ FS) pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Namun, Julius mengaku bahwa kapasitas kedua pembangkit tersebut tidak besar.
Untuk PLTA, kapasitas yang akan dibangun nantinya di bawah 100 MW, sementara PLTS sebesar 7 MW. Perseroan akan memanfaatkan lahan tambangnya di Trubaindo untuk menjadi lahan PLTS.
Julius mengatakan, dengan asumsi setiap 1 MW perseroan membutuhkan biaya US$1 juta, maka perseroan membutuhkan US$2 miliar untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas 2.000 MW.
Saat ini Indo Tambangraya memiliki kas internal sekitar US$400 juta. Jika membutuhkan dana besar, perseroan nantinya akan menerbitkan obligasi. (Baca : Skema Harga Batu Bara PLN Ditolak, Ini Dampaknya ke PTBA, ADRO, ITMG dan INDY)
Pangkas Target
Perseroan memangkas target penjualan dan produksi batu baranya tahun ini. Direktur ITMG, Bramantyo Putra, menjelaskan perseroan menargetkan penjualan batu bara tahun ini 23,6 juta ton. Jumlah itu terdiri atas produksi batu bara perseroan 22,6 juta ton dan membeli dari pihak ketiga 1 juta ton.
Target produksi dan penjualan batu bara tahun ini lebih rendah dari target produksi pada awal tahun yang sebanyak 25,5 juta ton dan penjualan 27 juta ton. Julius beralasan masalah cuaca menjadi pertimbangan utama perseroan merevisi targetnya tahun ini.
Untuk tahun depan, Indo Tambangraya belum menetapkan target produksi dan penjualan batu bara. Tetapi dia menyatakan bahwa pada 2018 perseroan akan membeli 2,3 juta ton batu bara dari pihak ketiga, lebih tinggi dari target tahun ini sebanyak 1 juta ton.
Hingga kuartal III 2017, Indo Tambangraya memperoleh laba bersih sebesar US$172 juta, meningkat dari realisasi periode yang sama tahun lalu US$70 juta. Pendapatan bersih perseroan tercatat US$1,16 miliar, atau lebih tinggi dari tahun lalu US$958 juta.
Kenaikan rata-rata harga batu bara menjadi salah satu penopangnya. Hingga kuartal III 2017, harga rata-rata penjualan (average selling price/ ASP) perseroan US$70 per ton. Hingga akhir tahun ini, Julius memproyeksikan ASP dapat berada di kisaran US$72-74 per ton. (Baca : Keuangan PLN Terancam, 4 Bank dan 5 Emiten Tambang dan Gas Ini akan Terdampak)
Kenikan ASP tersebut disebabkan oleh permintaan yang meningkat secara global, terutama di Asia Timur, Selatan, Tenggara dan Eropa. Sedangkan Cina masih sebagai faktor dominan. (AM)