Bareksa.com – PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) baru saja menyelesaikan penawaran obligasi global berdenomisasi dolar Amerika Serikat dengan nilai US$300 juta. Obligasi yang mengalami kelebihan permintaan hingga 7,3 kali dengan orderbook mencapai US$2,2 miliar itu, bertenor 7 tahun dengan kupon 4,95 persen dan reoffer yield 5,1 persen.
Melalui dana hasil penerbitan obligasi global ini, perseroan pun telah menyiapkan rencana ekspansi besar. Apalagi, sebelumnya perseroan sudah mendapat dana segar dari aksi penerbitan saham baru atau rights issue bernilai Rp5 triliun.
“Kami akan meningkatkan kapasitas hinga 900 ribu ton. Maka, nanti diperkirakan pada 2020, kapasitas pabrik kami menjadi 4,2 juta ton dari posisi saat ini 3,3 juta ton,” tutur Direktur Independen Chandra Asri Suryandi di Jakarta, Kamis, 9 November 2017.
Suryandi pun tidak khawatir beban keuangannya membengkak dengan adanya utang obligasi tersebut. Pasalnya, perseroan punya kebijakan total debt to capital maksimal hingga 40 persen secara keberlanjutan. Sebagai informasi, debt to capital membandingkan nilai utang terhadap modal (total utang plus ekuitas).
Hingga Juni tahun ini, Suryandi bilang, debt to capital Chandra Asri masih berkisar 24 persen. “Ini belum termasuk dengan obligasi global yang bernilai US$300 juta tersebut,” imbuh Suryandi.
Dengan begitu, lanjut dia, Chandra Asri masih punya ruang cukup besar untuk menambah utang jika memang dibutuhkan. Namun, Suryandi enggan menyebut berapa nilai ruang yang bisa digunakan perseroan untuk menambah utang tersebut.
Per Juni 2017, berdasarkan materi presentasi perseroan, nilai utang Chandra Asri sebesar US$373 juta dan utang bersih US$161 juta. Bareksa menghitung, dengan asumsi penerbitan global bond itu tentu utang perseroan membengkak menjadi US$673 juta. Akan tetapi, hal itu seimbang dengan peningkatan modal dari rights issue senilai Rp5 triliun yang dilakukan pada akhir Agustus lalu.
Grafik: Rasio Leverage Chandra Asri per Juni 2017
Sumber: Materi presentasi perseroan
Yang jelas, kata Suryandi, perseroan memang lebih memilih menerbitkan obligasi ketimbang harus meminjam dana ke bank. “Karena banyak proyek kami yang jangka panjang. Maka pendanaan harus jangka panjang juga. Di sisi lain, bunga kredit perbankan juga diperkirakan naik,” ucap Suryandi.
Kembali ke obligasi global perseroan, kupon yang ditetapkan tersebut tetap hingga jatuh tempo. Head of Investor Relation Chandra Asri Harry Tamim menambahkan, kisaran kupon dan yield obligasi itu pun terbilang cukup rendah.
“Karena pada awalnya, kami menawarkan yield hingga 5,5 persen dan sempat kelebihan permintaan sampai 11,3 kali dengan orderbook US$3,4 miliar. Akhirnya kami turunkan lagi dan tetap kelebihan permintaan sampai 7,3 kali,” imbuh Harry.
Adapun sebagian besar investor obligasi global Chandra Asri berasal dari Asia, dan sedikit dari Amerika Serikat.
Marjin Laba
Di sisi lain, Chandra Asri akan mendapat tantangan atas kenaikan harga minyak jelang akhir tahun hingga tahun depan. Hal ini tentu saja akan mengerek beban perseroan yang sangat mengandalkan minyak sebagai bagian utama dalam bisnisnya.
Suryandi menerangkan, harga bahan baku sangat ditentukan pasar dan secara internasional. “Maka, biasanya kami akan menyesuaikan sendiri. Jadi biasanya harga naptha akan naik sekitar 4 persen sampai 5 persen menyesuaikan harga bahan baku,” jelas Suryandi.
Dengan mengerek harga jual, Chandra Asri pun tidak khawatir kehilangan pelanggan. Apalagi, perseroan menguasai 30 persen pangsa pasar petrochemical di Indonesia. Untuk itu, Suryandi meyakini, kinerja perseroan masih akan tetap baik hingga akhir tahun nanti.
“Kinerja kuartal III baru akan kami sampaikan minggu terakhir bulan ini,” kata Suryandi.
Grafik: Laba Bersih dan Marjin Laba Bersih Chandra Asri
Sumber: Materi presentasi perseroan
Hingga semester I tahun ini, marjin laba bersih Chandra Asri bertahan 15 persen dari periode sama tahun lalu. Hasilnya, perseroan meraup laba US$174 juta atau naik 33 persen dari periode sama tahun lalu US$132 juta. (hm)