Bareksa.com - Holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan diklaim bakal meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMN serta melakukan hilirisasi sumber daya alam (SDA). Holding BUMN sektor tambang diproyeksikan terbentuk akhir tahun ini.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan BUMN sektor pertambangan harus bisa berintegrasi agar proses bisnis dapat berjalan efisien. "Banyak efisiensi yang dapat dilakukan BUMN tambang setelah holding terbentuk," ujarnya, di Jakarta, Jumat, 13 Oktober 2017.
Budi Gunadi memberikan contoh tidak efisiennya BUMN dalam proses logistik pengiriman barang atau hasil tambang. Selama ini perusahaan Indonesia lebih banyak menggunakan jasa logistik asing untuk mengekspor maupun impor kebutuhan. (Baca : Jelang Pembentukan Holding, Saham Energi dan Tambang BUMN Terus Tertekan)
"Service account Indonesia selalu negatif, orang merasa selalu begitu. Dan yang selalu negatif itu sektor trade dan insurance," ungkapnya.
Budi memandang hal tersebut secara sistematis membuat Indonesia kerap mengalami defisit neraca berjalan (current account deficit/ CAD). Padahal apabila pengiriman logistik menggunakan jasa badan usaha milik negara, misalnya PT Djakarta Llyod, Indonesia dapat mengubah service account yang selalu defisit.
Nantinya, bisa saja 50 persen pengiriman ekspor bahan tambang milik BUMN seperti nikel, bauksit dan batu bara memanfaatkan jasa Djakarta Llyod. Sedangkan 50 persen pengiriman logistik BUMN lainnya dapat diberikan kepada swasta. (LIhat : Pembentukan Holding BUMN Perbankan dan Jasa Keuangan Dikebut Tahun Ini)
"Itu yang mau kita lakukan sinerginya. Belum lagi sinergi membeli solar, alat berat dan lainnya," kata dia.
Dia memastikan bahwa efisiensi yang dimaksud holding BUMN adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas, bukan dalam konotasi memotong biaya saja. Dia yakin holding akan membuat penghematan lebih baik lagi. (Simak : Valuasi Freeport Indonesia Lebih Mahal Dibanding Freeport-McMoRan? Ini Ulasannya)
Hilirisasi Tambang
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa Indonesia tidak perlu melakukan hilirisasi sumber daya alam (SDA) karena tidak efisien. Hal itu terjadi karena hilirisasi membutuhkan modal dan energi yang besar tetapi margin keuntungannya kecil. (Baca : Menteri Rini Putuskan Inalum akan Akuisisi 41,64 Persen Saham Freeport Indonesia)
Kondisi tersebut membuat hilirisasi SDA akhirnya dilakukan negara tetangga, seperti Singapura yang memiliki refinery minyak. Padahal Singapura bukan produsen minyak.
Budi memandang hilirisasi sumber daya alam sebenarnya sangat bermanfaat bagi negara karena dapat meningkatkan produk domestik bruto (gross domestic product/ GDP) secara signifikan. Dia memberi contoh, apabila seluruh produksi bauksit Indonesia diproses menjadi alumina dan alumunium di dalam negeri, maka nilainya akan meningkat tujuh kali lipat dibandingkan jika dijual bauksit mentah.
"Apabila hilirisasi bauksit dilakukan lagi dengan membuat laptop, mobil atau pintu maka nilainya 21 kali lipat dibandingkan material mentah," terangnya. (Lihat : BPJS Ketenagakerjaan Tunggu Revisi PP Sebelum Terlibat Akuisisi Saham Freeport)
Selain itu, Budi mengatakan industri tambang akan mengalami perubahan model bisnis di masa mendatang. Tugas holding BUMN sektor pertambangan adalah memimpin perusahaan-perusahaan tambang menyambut perubahan tersebut.
Budi tidak menutup kemungkinan di masa mendatang holding bisa membuat pabrik baterai atau mobil. Indonesia memiliki cadangan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pembuatan dua barang itu.
"Holding harus jadi tahun depan, kita mesti melakukan integrasi proses bisnis supaya efisien," ujar Budi. (Baca : Budi Gunadi Sadikin Jadi Dirut Inalum, Holding BUMN Tambang Terbentuk Tahun Ini)