Bareksa.com – Sudah hampir dua tahun saham PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO) dihentikan sementara (disuspen) perdagangannya di Bursa Efek Indonesia. Kondisi keuangan akibat tumpukan utang perusahaan distributor ponsel dan voucher pulsa ini menjadi penyebab utamanya.
Saham TRIO telah disuspen di seluruh pasar reguler, negosiasi dan tunai sejak 6 Januari 2016 terkait proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Trikomsel. Bursa menyampaikan tujuan suspensi dilakukan demi menghindari perdagangan yang tidak wajar atas saham TRIO di pasar saham. Lantas, seperti apakah kondisi keuangan Trikomsel saat ini?
Per Juni 2017, TRIO memiliki total utang jangka pendek sebesar Rp2,8 triliun kepada sejumlah bank. Kreditur terbesar adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang memberikan utang senilai Rp1,08 triliun, atau setara 37 persen total utang jangka pendek Trikomsel.
Pada saat yang sama, perusahaan ini juga memiliki utang kepada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp494,9 miliar dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp65 miliar. (Baca Juga : BPK: Kredit BNI kepada Trikomsel Rp1,3 T Berpotensi Macet, Apa Dampaknya?)
Gambar: Rincian Utang Jangka Pendek TRIO
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan
Penyebab Kerugian TRIO
Karena banyaknya tumpukan utang tersebut, kondisi kesehatan keuangan perseroan pun terbebani. Bahkan, perusahaan ini pun mengalami defisiensi modal yang terlihat dari posisi ekuitas negatif Rp3,3 triliun per akhir Juni 2017.
Pada saat yang sama, Trikomsel pun tidak dapat mencatatkan keuntungan dalam beberapa tahun terakhir. Dalam paparan publik, manajemen menyatakan bahwa penyebab kerugian Trikomsel dalam beberapa tahun terakhir disebabkan karena adanya write-down atau pemutihan dari piutang pihak ketiga yang tidak tertagih, persediaan dan uang muka.
Menurut analisis Bareksa, adanya pemutihan yang terjadi di tiga akun tersebut bisa disebabkan oleh adanya penjualan yang ditransaksikan secara kredit tetapi terjadi gagal bayar. Hal ini bisa saja terjadi bila Trikomsel sudah mendistribusikan barang berupa ponsel kepada sejumlah distributor, tetapi para distributor tersebut belum membayarnya. Ada dua kemungkinan, barang berupa ponsel tersebut belum laku atau memang para distributornya terlambat membayarkan hasil penjualan.
Senada dengan hal tersebut, adanya pemutihan dari akun persediaan kemungkinan disebabkan oleh tidak berputarnya stok persediaan. Padahal, perseroan sudah mengeluarkan modal untuk mengambil barang yang akan dijualnya. Modal ini dapat terlihat dalam bentuk harga pokok perolehan (HPP).
Menurut laporan keuangan perusahaan, Trikomsel mengeluarkan modal untuk mengambil barang dari PT Samsung Electronics Indonesia sebagai pemasok produk ponsel sebesar Rp627,4 miliar selama Januari-Juni 2017, naik 87 persen dibandingkan Rp335,5 miliar pada periode sama tahun lalu.
Selain itu, Trikomsel juga perlu mengeluarkan modal untuk voucher pulsa yang dibayarkan kepada PT Telekomunikasi Selular sebesar Rp412,6 miliar pada periode Januari-Juni 2017, naik tiga kali lipat dibandingkan Rp132,8 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.
Tabel : Rincian HPP dari Pemasok ke TRIO (Rp Miliar)
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan, diolah Bareksa
Bareksa juga melihat bahwa kondisi perusahaan yang merugi dalam dua tahun terakhir bukan dikarenakan kondisi daya beli yang menurun mengingat pendapatan perusaan terus meningkat dalam periode tersebut.
Sekedar informasi, pendapatan perusahaan naik 58,7 persen menjadi Rp1,1 triliun pada Januari-Juni 2017, dibandingkan Rp693 miliar pada periode sama tahun lalu. Peningkatan ini terjadi meskipun sudah tidak ada lini bisnis jasa (services) pada tahun 2017.
Grafik : Detail Pendapatan TRIO di Semester pertama 2016 - 2017 (Rp Miliar)
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan
Kondisi perusahaan yang terus merugi lebih disebabkan oleh keadaan internal yang mempunyai beban-beban yang terbilang gemuk. Pendapatan perusahaan yang meningkat itu tidak bisa menutupi HPP serta beban umum dan penjualan.
Grafik : Perbandingan Laba/Rugi Usaha Perusahaan (Rp Miliar)
Sumber : Laporan Keuangan Perusahaan, diolah Bareksa
Akibatnya, pada akhir kuartal kedua 2017, Trikomsel masih membukukan rugi Rp83 miliar. Namun, angka tersebut lebih baik dibandingkan dengan rugi Rp280 miliar pada periode sama tahun sebelumnya. (hm)