Bareksa.com - Sejak pekan lalu, pasar sempat dihebohkan dengan berita mengenai usulan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN agar harga batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) dibanderol dengan harga khusus, bukan harga pasar. Usulan ini dengan alasan efisiensi untuk dapat memproduksi listrik dengan tarif yang terjangkau bagi masyarakat.
PLN mengusulkan harga batu bara DMO ditetapkan dengan skema biaya produksi ditambah margin 15-25 persen untuk produsen batu bara. Namun usulan PLN tersebut telah ditolak oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan. Menurut dia, formula harga cost plus margin tidak akan mendorong produsen batu bara maupun PLN untuk efisiensi.
"Saya tidak punya pandangan yang sama (dengan PLN) kalau cost plus margin, itu konsep usang, tidak mendorong efisiensi di kedua belah pihak. Kalau kayak gitu, nanti costnya dibikin tinggi," kata Jonan dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis, 28 September 2017.
Pembangkit Listrik Butuh Bahan Bakar Efisien
Pada dasarnya Jonan setuju bahwa pembangkit listrik membutuhkan bahan bakar yang efisien, namun harus dicari formula yang lebih tepat agar lebih fair. Oleh karena itu hal tersebut akan dibahas lebih lanjut pada awal Oktober.
"Pekan pertama Oktober dibahas dalam pokok-pokok RUPTL. Tujuannya sesuai arahan presiden, menciptakan harga listrik yang terjangkau dengan tetap memperhatikan tingkat keuntungan untuk IPP dan PLN," tutupnya.
Akibat dari pemberitaan tersebut, pergerakan saham–saham batu bara terlihat merespons positif dengan mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan.
Perdagangan Saham-Saham Batu Bara, Kamis 28 September 2017
Sumber : HOTS
Kenaikan terbesar dialami oleh saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) yang melonjak 9,77 persen dengan volume transaksi yang paling ramai hingga menempati peringkat pertama saham yang paling banyak diperdagangkan pada perdagangan Kamis, kemarin dengan 10,5 juta lot. Padahal sebelumnya saham anak usaha Grup Bakrie ini cukup tertekan dalam beberapa hari terakhir.
Selanjutnya yang cukup menarik adalah kenaikan harga saham PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA). Harga saham berkapitalisasi pasar besar ini naik 8,4 persen dengan nilai transaksi mencapai Rp 217 miliar.
PTBA menjadi buruan investor karena sebelumnya para pelaku pasar khawatir tentang rencana pengaturan DMO yang akan berdampak negatif pada kinerja PTBA. Badan usaha milik negara tambang batu bara ini memiliki porsi penjualan batu bara yang paling besar yakni mencapai 60 persen kepada PLN dibandingkan dengan emiten batu bara yang lain.
Porsi Penjualan Emiten ke PLN
Sumber : perseroan
Berdasarkan analisis Bareksa, dengan penolakan skema penetapan harga batu bara dengan formula cost plus margin, emiten batu bara yang memiliki porsi penjualan yang cukup besar kepada PLN kini tidak perlu terlalu khawatir lagi. Justru yang perlu menjadi perhatian mereka adalah peningkatan produksi batu bara dengan dibarengi efisiensi biaya produksi agar mampu membuat kinerja keuangan perusahaan yang bersangkutan menjadi semakin baik.