Berita / / Artikel

OJK Kaji Pencabutan Batas Atas Bunga Deposito, Ini Potensi Dampaknya

• 21 Sep 2017

an image
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Periode 2017-2022 berfoto bersama patung Banteng Wulung yang menjadi ikon baru Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Minggu (13/8).

Capping pertama kali diterapkan OJK pada Oktober 2014

Bareksa.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pembatasan maksimum (capping) suku bunga deposito untuk Bank Umum Kelompok Usaha III dan IV sudah tidak diperlukan karena suku bunga simpanan di industri perbankan sudah menurun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan meskipun demikian peraturan "capping" suku bunga deposito itu saat ini memang masih berlaku. Dalam waktu dekat OJK akan mengevaluasinya. "Suku bunga sudah turun, jadi tidak perlu lagi," ujarnya, di Jakarta, Rabu 20 September 2017.

Heru mengatakan dengan suku bunga simpanan yang turun, bank dapat lebih efisien, sehingga tidak perlu lagi berlomba-lomba menawarkan bunga deposito yang tinggi.

Meski begitu, kata dia, OJK masih perlu melakukan rapat dengan para unsur pimpinan untuk memutuskan apakah mencabut ketentuan "capping" itu atau tidak. (Baca juga : Tren Penurunan Suku Bunga Deposito Berlanjut, Jadi Berapa?)

Diperkenalkan pada Oktober 2014

Capping pertama kali diperkenalkan OJK pada Oktober 2014 di mana saat itu bank dengan kategori BUKU III hanya boleh memberikan bunga deposito maksimal 225 basis poin (bps) di atas BI Rate. Adapun kategori BUKU IV dipatok 200 bps di atas BI Rate. Batas atas ini kemudian dipangkas kembali pada Maret 2016 di mana BUKU IV memiliki batas atas 75 bps di atas BI Rate dan BUKU III 100 bps di atas BI Rate.

Apabila OJK hanya mengubah acuan dari semula BI Rate menjadi SBI bertenor 12 bulan--yang notabene berada di tingkat yang sama--maka efeknya bagi perbankan diperkirakan akan netral atau dengan kata lain tidak ada perubahan.

Namun, seiring dengan niat pemerintah menuju bunga kredit single digit, OJK boleh jadi memanfaatkan momentum ini untuk menurunkan capping deposito sehingga biaya dana bank (cost of fund) menjadi lebih murah--meskipun tetap ada risiko pengalihan dana nasabah dari deposito ke instrumen investasi dengan imbal hasil yang lebih tinggi seperti obligasi. (Lihat : Jumlah Rekening Nasabah Naik jadi 222,46 Juta, Apa Penyebabnya?)

Dampak Langsung ke Deposito

Menurut laporan riset Citi Group, keputusan capping OJK akan berdampak langsung terhadap deposito dengan nominal di atas Rp 2 miliar, di mana per Januari 2016 nilainya mencapai Rp 1.045 triliun. Porsi special time deposit ini terhadap dana pihak ketiga (DPK) tercatat 24 persen, yang merupakan kedua terbesar setelah CASA (current account saving account).

CASA merupakan rasio simpanan tabungan dan giro yang ada di bank terhadap total dana pihak ketiga. Komposisi CASA terhadap DPK yang semakin besar mencerminkan makin murahnya biaya dana bank. Namun, biaya dana bank masih tergolong relatif tinggi karena 57 persen komposisi DPK bank masih berbentuk deposito, baik denominasi rupiah maupun valuta asing. (Baca : Pasca BI Rate Turun, Ini Strategi OJK Turunkan Suku Bunga Kredit Perbankan)

Per akhir 2015, bunga kredit perbankan Indonesia tercatat sebesar 10,9 persen. Jika momen ini dimanfaatkan OJK untuk menurunkan suku bunga kredit menjadi single digit, maka penurunan capping sebesar selisih antara BI Rate dengan BI 7-Day Reverse Repo Rate (125 bps), diproyeksikan dapat menurunkan suku bunga kredit mendekati single digit atau sebesar 10,1 persen. (Baca : Bunga Kredit Ditarget Turun Jadi Satu Digit, LPS Minta Dilakukan Bertahap)

Tags: