Bareksa.com – PT Indonesia Power, anak usaha PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) resmi mencatatkan kontrak investasi kolektif (KIK) efek beragun aset (EBA) senilai Rp 4 triliun di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perseroan menjadikan kontrak piutang pembelian listrik sebagai underlying asset.
Direktur Utama Indonesia Power, Sripeni Inten Cahyani, menuturkan KIK EBA tersebut merupakan tahap pertama dari target penggalangan dana senilai Rp 10 triliun. Pada tahap I, perseroan menjadikan piutang penjualan listrik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya 1-4 sebagai underlying.
“Saat penawaran, kami mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 2,7x,” jelasnya di Jakarta, Rabu, 20 September 2017.
Perseroan menunjuk Danareksa Investment Management sebagai manajer investasi produk tersebut.
Direktur Utama Danareksa Investment, Prihatmo Hari Mulyanto mengatakan bahwa imbal hasil (return) KIK EBA Indonesia Power mencapai 8,25 persen per tahun. Sementara perseroan dan produk KIK EBA memperoleh peringkat AAA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). (Baca : Diminati Investor, KIK EBA PLN Senilai Rp 4 Triliun Oversubscribed 2,4 Kali)
Mekanisme pembayaran KIK EBA Indonesia Power adalah dengan membayarkan sejumlah dana dalam jumlah tetap setiap 3 bulan selama 5 tahun (anuitas) kepada investor. Setiap 3 bulan perseroan akan membayarkan cicilan pokok dan bunganya.
Hari mengatakan, dengan rating AAA produk investasi tersebut cenderung aman karena underlying assetnya adalah piutang Indonesia Power kepada PLN. Risiko utama investor adalah risiko kredit PLN kepada Indonesia Power.
Menurut dia, Danareksa akan terus mendukung pemerintah untuk mencari alternatif pembiayaan proyek infrastruktur. Pihaknya menyadari bahwa kebutuhan dana pembangunan infrastrutur Indonesia sangat besar.
“Kebutuhan dana besar sekali, APBN dan dana BUMN tidak cukup sehingga perlu partisipasi publik,” ujar Hari.
Bahkan, faktanya dana dari publik domestik saja tidak cukup. Dalam lima tahun mendatang Indonesia membutuhkan dana lebih dari Rp 1.500 triliun untuk membangun infrastruktur. Karena itu BUMN harus berani mencari dana dari luar negeri. (Lihat : Investor Domestik dan Asing Minati KIK EBA PLN)
KIK EBA Listing di Luar Negeri
Hari menjelaskan apabila produk sekuritisasi Indonesia sudah cukup kuat, maka perusahaan bisa mencatatkan (listing) produknya di luar negeri. Menurut dia, KIK EBA Indonesia Power tahap II senilai Rp 6 triliun berpotensi dicatatkan di luar negeri.
Pada KIK EBA tahap pertama perseroan fokus memasarkan produk di dalam negeri, karena jumlahnya masih bisa diserap oleh investor domestik. Namun, di masa mendatang Indonesia membutuhkan juga dana dari luar negeri.
Selain dicatatkan di luar negeri, produk tersebut juga bisa dijual dalam mata uang rupiah. Dia mencontohkan kesuksesan India dalam menjual produk sekuritisasi maupun obligasinya dalam bentuk rupee di pasar global.
Untuk mencatatkan di luar negeri, Hari mengatakan bahwa hal itu masih pembahasan awal. “Tetapi wacana dana infrastruktur tidak cukup hanya dari domestik adalah kepastian, kita harus mencari pembiayaan dari luar negeri,” tegasnya. (Baca juga : Konsep KIK EBA Sudah ada di Indonesia Sejak 1970-an? Simak Ulasannya)
Rencananya, Indonesia Power bakal menjadikan piutang di PLTU mulut tambang Kalimantan Timur berkapasitas 2x100 megawatt (MW) dan pembangkit listrik tenaga air di Sulawesi sebesar 30 MW untuk KIK EBA tahap II.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto menjelaskan, perseroan membutuhkan dana lebih besar lagi tahun depan. Tahun ini perseroan membutuhkan dana sebesar Rp 120 triliun untuk membiayai berbagai proyek.
“Tahun depan semakin banyak pembayaran yang jatuh tempo dan jumlah proyek semakin tinggi,” jelasnya. (Lihat juga : KIK EBA JSMR Resmi Dicatatkan, Ini Analisis Skema dan Aset yang Disekuritisasi)