Bareksa.com – Presiden RI Joko Widodo mengapresiasi langkah PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) yang merealisasikan penerbitan produk sekuritisasi. Hal itu dibuktikan dengan kehadirannya dalam pencatatan kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA) Mandiri JSMR01-Surat Berharga Pendapatan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) senilai Rp 2 triliun.
Produk hasil kerjasama dengan Mandiri Manejemen Investasi dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) tersebut, resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, Kamis, 31 Agustus 2017.
Dalam pidatonya, Jokowi menyampaikan rencana sekuritisasi sudah diusulkan sejak setahun lalu karena akan memacu arus modal masuk ke Indonesia. “Dan akhirnya bisa terealisasi pada hari ini, telurnya sudah pecah. Dan setelah telur satu ini pecah, telur-telur yang lain juga pecah terus menerus baik dari BUMN maupun swasta,” terang Jokowi.
Selain memacu arus modal, Jokowi juga menilai, sekuritisasi bisa mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di sisi lain, Jokowi menambahan, BUMN itu layaknya jadi pengembang, bukan pemilik. Hal ini mengacu pada pembangunan ruas tol yang ada dan akan ada nanti. “Jadi, saat bangun lalu jual. Begitu terus, agar jalan tol terus bertambah panjang sehingga cepat selesai pembangunan infrastruktur,” imbuh dia.
Perlu diketahui, produk KIK EBA Mandiri JSMR01-Surat Berharga Pendapatan Tol Jagorawi juga mendapat apresiasi posistif dari publik. Terutama terlihat dari tingkat permintaan yang mencapai Rp 5,1 triliun atau setara dengan 2,7 kali dari total penerbitan.
Tabel: Postur APBN 2017
Sumber: Kementerian Keuangan
Peran Pasar Modal
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menambahkan, pencatatan produk KIK EBA Mandiri JSMR01-Surat Berharga Pendapatan Tol Jagorawi merupakan wujud komitmen pasar modal dalam mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur. “Pencatatan ini merupakan yang pertama bagi instrumen KIK EBA yang berbasis future revenue,” ungkap Wimboh.
Menurut Wimboh, sektor jasa keuangan pada tahun ini diperkirakan akan dapat menyalurkan pembiayaan Rp 717 triliun yang 73 persen dana tersebut berasal dari sektor perbankan nasional; 24 persen dari sektor pasar modal dan sisanya dari sektor industri keuangan non bank (IKNB). Tahun ini pasar modal diperkirakan akan dapat menghimpun dana sebesar Rp 170,1 triliun.
“Masih terdapat funding gap, sehingga perlu mendorong peran pasar modal Indonesia khususnya dalam membiayai infrastruktur,” tambah dia.
Namun, Wimboh menyadari nilai tersebut masih jauh dari kebutuhan investasi nasional. “Karena itu, ke depan kami akan terus mendorong pasar modal Indonesia untuk lebih berkembang menjadi salah satu sumber pendanaan jangka panjang yang signifikan bagi dunia usaha dan juga bagi pemerintah untuk membiayai berbagai program pembangunan nasional, khususnya pembangunan infrastruktur,” jelasnya.
Wimboh juga meyakini, pihaknya akan terus membangun kredibilitas dan pendalaman pasar modal dengan mendorong IPO dan jumlah investor domestik yang lebih banyak, menyediakan produk pasar modal yang lebih beragam, menyiapkan infrastruktur pasar modal yang lebih handal dan kompetitif.
“Juga menyederhanakan proses penawaran umum, memperkuat penerapan good corporate governance (GCG) emiten, serta melanjutkan edukasi bagi investor,” katanya.