Bareksa.com - Sejumlah bank menanggapi positif rencana Bank Indonesia (BI) yang akan merelaksasi kebijakan loan to value (LTV) secara spasial atau berbeda-beda tiap regional. Diharapkan adanya kebijakan tersebut bisa mendorong penyaluran kredit properti di perbankan.
Direktur Ritel Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Tardi, menjelaskan awalnya pertumbuhan kredit properti, terutama secondary dan primary market diharapkan bisa bertumbuh dengan adanya amnesti pajak. Namun kenyataannya sampai saat ini belum terasa.
Melihat hal ini, menurut Tardi, BI memandang perlu adanya relaksasi aturan untuk menggenjot segmen properti. Sebelumnya pada 2014-2015, BI sudah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong segmen primary market.
"BI melihat masih ada peluang pertumbuhan kredit, karena gap ketersediaan rumah dan kebutuhan rumah masih tinggi," kata dia di Jakarta, akhir pekan lalu.
Namun untuk relaksasi kali ini, Tardi akan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, yakni dengan mengerahkan tenaga pemasar di segmen properti yang ada di 2.600 cabang Bank Mandiri. Kendati begitu dia belum bisa memastikan bentuk relaksasi LTV yang akan dikeluarkan BI.
Presiden Direktur PT Bank Mayapada International Tbk (MAYA), Hariyono Tjahjarijadi, menjelaskan relaksasi LTV akan berdampak positif terhadap pertumbuhan kredit properti dan otomotif. Namun demikian, perseroan belum terlalu agresif melakukan ekspansi di kedua sektor tersebut.
Adapun Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), Parwati Surjaudaja, mengungkapkan penerapan LTV saat ini sudah cukup baik untuk menggenjot pertumbuhan kredit. Namun, apabila ada relaksasi lebih lanjut, pihaknya akan mempelajari kembali. "Saat ini, pertumbuhan KPR OCBC NISP sudah selaras dengan industri perbankan, yakni hampir 10 persen. Sementara untuk kredit otomotif, kami tidak terlalu memfokuskan," ujarnya.
Berpengaruh Positif ke Kredit Properti dan Otomotif
Direktur PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Randi Anto, mengungkapkan relaksasi LTV bisa berpengaruh positif terhadap kredit properti dan otomotif. Namun demikian, bank perlu berhati-hati dan memastikan kas arus nasabah bisa terpantau dan terkontrol sehingga ketepatan angsuran bisa terjaga.
Di sisi lain, Direktur PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Anggoro Eko Cahyo, mengungkapkan pihaknya sebelumnya diminta masukan oleh BI mengenai relaksasi LTV. Adapun masukan yang diberikan oleh BNI adalah relaksasi LTV untuk rumah kedua dan ketiga. “Jadi tidak spesifik spasial,” jelas dia.
Namun dia optimistis LTV spasial ini bisa mendorong pertumbuhan kredit properti. Sebab kebutuhan kredit masyarakat sebenarnya tinggi, namun memang permintaan kreditnya masih rendah. ”Kami berharap tahun ini properti bisa menggeliat kembali sehingga kredit properti kami bisa bertumbuh dua digit, dari hanya 4,5 persen pada tahun lalu,” kata dia.
Chief Economist SKHA Institute of Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi mengungkapkan, adanya relaksasi LTV diharapkan bisa berdampak positif untuk pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi. Sebab setiap wilayah memiliki permintaan dan ketersediaan kredit yang berbeda antar daerah.
"Sebagai contoh, ada daerah yang demand untuk kredit ke sektor perkebunannya tinggi, ada yang demand untuk kredit ke sektor miningnya tinggi, ada yang demand ke sektor perdagangannya tinggi," ujar dia.
Menyesuaikan Karakteristik Wilayah
Dengan kebijakan LTV spasial ini BI bisa menyesuaikan kebijakannya sesuai karakteristik wilayah. Hal ini bisa membantu pertumbuhan kredit dan mendukung pertumbuhan ekonomi sesuai karakteristik wilayah. "Dengan membagi wilayah kerjanya, bank-bank komersial bisa tahu daerah-daerah mana yang punya risiko NPL yang lebih tinggi daripada yang lain, mana yang potensi pertumbuhannya rendah,” ungkap Eric.
Sebelumnya, guna mempercepat penyaluran kredit, BI berencana merelaksasi kebijakan makro prudensial. Gubernur BI Agus D.W Martowardojo, mengungkapkan kebijakan makro prudensial ini berupa kebijakan LTV spasial untuk kredit otomotif dan properti. Alasan dikeluarkannya peraturan ini dikarenakan masing-masing kawasan di Indonesia memiliki pertumbuhan industri otomotif dan properti yang berbeda sehingga seharusnya LTV yang ditetapkan juga berbeda.
Di sisi lain, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, menjelaskan pihaknya juga akan mendorong terjadinya intermediasi di pasar surat berharga. Jadi, BI akan memperluas perhitungkan (loan to funding ratio/LFR) dengan memasukkan pembelian obligasi korporasi. Melalui kebijakan ini, bank bisa berkontribusi terhadap perekonomian tidak hanya secara langsung dengan menyalurkan kredit, namun juga dengan mendukung emiten atau korporasi melalui pembelian surat berharga. (K09)