Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kenaikan laba bank umum pada Juni 2017. Namun kenaikan laba ini hanya terjadi hanya pada bank BUKU III dan BUKU IV, sedangkan BUKU I dan BUKU II justru mencatat penurunan laba.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan OJK, laba bank umum hingga Juni 2017 mencapai Rp Rp 65,69 triliun. Nilai tersebut meningkat 20,26 persen dibandingkan periode Juni 2016 yang mencapai Rp 54,62 triliun.
Dari data tersebut, laba bank BUKU IV tercatat sebesar Rp 40,14 triliun pada Juni 2017, meningkat 23,62 persen (year on year/yoy). Sementara laba bank BUKU III mencatat peningkatan paling tinggi, yakni 24,22 persen, dari Rp 14,86 triliun pada Juni 2016 menjadi Rp 18,46 triliun pada Juni 2017.
Sedangkan di sisi lain, bank BUKU I harus mencatat penurunan laba sebesar Rp 11,74 persen, dari Rp 647 miliar pada Juni 2016 menjadi Rp 571 miliar pada Juni 2017. Begitu pula dengan bank BUKU II yang mencatat penurunan laba 11,2 persen menjadi Rp 5,39 triliun dari Rp 6,07 triliun pada periode Juni 2016.
Pendapatan bunga masih menjadi kontributor utama laba bank umum. Pada Juni 2017, tercatat pendapatan bunga bank sebesar Rp 357,15 triliun, meningkat 5,33 persen dibandingkan periode Juni 2016 yang mencapai Rp 339,05 triliun.
Sementara untuk pendapatan selain bunga justru menurun yakni dari Rp 129,11 triliun pada Juni 2016 menjadi Rp 120,51 triliun pada Juni 2017. Namun demikian, untuk beban operasional perbankan mengalami penurunan menjadi Rp 214,19 triliun pada Juni 2017, dari Rp 226,97 triliun pada Juni 2016.
Bidik Kenaikan NIM
Beberapa bank memandang penurunan suku bunga kredit menjadi tantangan bagi bank untuk bisa meningkatkan margin bunga bersih (net interest margin/NIM). Namun bank tetap berupaya meningkatkan NIM untuk bisa menopang pertumbuhan laba tahun ini.
Direktur PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), Iman Nugroho Soeko, menjelaskan pihaknya menargetkan NIM akhir 2017 ini bisa 4,5 persen atau naik dari level saat ini di 4,41 persen.
"Kami masih harus kerja keras untuk meningkatkan NIM di tengah penurunan NPL dan penurunan biaya dana," ucap dia di Jakarta, pekan lalu.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Herry Sidharta, mengungkapkan sebagai bank yang memiliki banyak portofolio kredit di segmen korporasi, NIM BNI lebih rendah dibandingkan bank yang fokus di segmen komersial dan konsumer. Kendati demikian, pihaknya tetap menargetkan NIM bisa berada di atas 5 persen.
Untuk bisa mengoptimalkan perolehan laba, perseroan juga meningkatkan pertumbuhan pendapatan berbasis biaya (fee based income). "Sumber laba kami lainnya adalah dari efisiensi tanpa mengurangi efektivitas dan produktivitas," papar dia.
NIM akan Stabil 5 – 5,2 Persen
Menanggapi hal ini, Chief Economist SKHA Institute of Global Competitiveness (SIGC), Eric Sugandi, mengungkapkan NIM perbankan akan cenderung stabil atau sedikit turun di angka 5 - 5,2 persen. Hal ini disebabkan oleh suku bunga kredit yang mulai turun dan penurunan suku bunga simpanan yang masih terjadi, walaupun tidak sebesar tahun sebelumnya.
"Meski demikian, pendapatan bunga masih akan menjadi pendapatan utama bank. Kendati ada beberapa bank besar yang mulai mengandalkan fee based income," ucap dia.
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) membukukan aset terbesar di antara 10 bank besar di tanah air. Namun, dari segi perolehan laba bersih, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menduduki posisi utama.
Sebelumnya, berdasarkan data publikasi bank pada semester I 2017, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) membukukan aset konsolidasi sebesar Rp 1.067,41 triliun, bertumbuh 9,87 persen year on year (yoy). Kendati menduduki posisi menduduki posisi pertama, namun pertumbuhan aset Bank Mandiri masih kalah dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) yang bertumbuh 18,23 persen ke angka Rp 224,06 triliun.
Lima Bank Aset Terbesar
Dari segi urutan bank terbesar dari sisi aset, urutan lima besar bank terbesar dari segi aset tidak mengalami perubahan, yakni Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, dan Bank CIMB Niaga. Namun untuk urutan keenam, BTN melesat dari posisi ketujuh pada semester I 2016. Sedangkan Bank Permata menurun jauh ke posisi sepuluh, dari posisi delapan setahun sebelumnya.
Berbicara mengenai keuntungan bank, BRI menjadi bank dengan perolehan laba bersih terbesar, yakni Rp 13,44 triliun, bertumbuh 10,4 persen (yoy). Selanjutnya, BCA mencatat keuntungan terbesar kedua dengan Rp 10,53 triliun, Bank Mandiri di posisi ketiga dengan Rp 9,46 triliun, BNI selanjutnya dengan Rp 6,41 triliun dan Bank Danamon di Rp 2,04 triliun.
Hal yang menarik dari perolehan laba ini adalah ada beberapa bank yang mencatat pertumbuhan laba signifikan, yakni Bank Permata yang akhirnya bisa mencetak laba sebesar Rp 621 miliar, setelah sebelumnya merugi Rp 836 miliar. Selanjutnya, Bank CIMB Niaga yang mencatat pertumbuhan laba Rp 87,5 persen dan BTN sebesar 46,72 persen.
Kinerja Pertumbuhan Kredit
Selanjutnya, dari segi pertumbuhan kredit, BRI kembali menduduki posisi pertama dengan Rp 687,94 triliun, bertumbuh 11,8 persen (yoy). Sedangkan Bank Permata berada di posisi kesepuluh dengan angka Rp 92,68 triliun atau menurun 23 persen (yoy). Sementara BTN, mencatat penyaluran kredit terbesar dengan Rp 18,8 persen (yoy).
Dari segi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), BRI juga menduduki posisi pertama dengan Rp 786 triliun atau bertumbuh 12,32 persen (yoy). Sementara BNI mencatat pertumbuhan paling tinggi dengan 18,49 persen (yoy).
Di antara 10 bank besar di tanah air, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) pada semester I 2017 semuanya berada di bawah batas ketentuan otoritas, yakni 5 persen untuk NPL nett. Beberapa bank bahkan ada yang membukukan NPL di bawah 2 persen, yakni BCA dengan 1,5 persen. Akan tetapi ada pula yang membukukan NPL mendekati 5 persen, yakni Bank Permata dengan 4,72 persen, meningkat 0,13 persen (yoy).(K09)