Industri Batu Bara Bangkit, INTP Yakin Penjualan Semen Naik 5 Persen Tahun Ini

Bareksa • 07 Aug 2017

an image
Manajemen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) tengah menanggapi pertanyaan wartawan dalam Public Expose Marathon di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (7/8)

Salah satu pendorongnya adalah industri properti yang tumbuh seiring dengan perbaikan industri komoditas

Bareksa.com – PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mulai optimistis volume penjualan industri semen nasional bisa tumbuh hingga 5 persen hingga akhir tahun. Pendorongnya adalah mulai meningkatnya pertumbuhan kinerja industri komoditi seperti batubara dan perkebunan, serta alat berat.

“Korelasinya mendorong pembangunan properti,” kata Direktur Utama Indocement Christian Kartawijaya di Jakarta, Senin, 7 Agustus 2017.

Menurut Christian, konsumsi semen nasional sudah tercermin pada Juli lalu yang tumbuh berkisar 6 - 7 persen. Artinya, volume penjualan industri semen nasional bisa mencapai 4 - 5 persen secara year to date.

Namun Christian masih melihat adanya tantangan, terutama soal persaingan di tengah kondisi industri semen yang masih kelebihan pasokan alias over supply. “Karena persaingan ketat dan over supply bisa mencapai 40 juta ton, maka harga jual turun,” imbuh Christian.

Tabel: Gambaran Industri Semen Nasional Tahun 2017

Sumber: Materi presentasi perseroan

Khusus Indocement, Christian menyebut, harga produk semen Tiga Roda turun sekitar 10 - 12 persen. Untuk itu, Perseroan telah merealisasikan strategi penjualan dengan program berhadiah.

“Karena harga semen Tiga Roda masih mahal, jadi harus kreatif. Misalnya, kami ada program hadiah di setiap karung semen yang dijual untuk menarik minat beli dari masyarakat,” katanya.

Sejauh ini, Indocement masih mengandalkan penjualan semen kantong ketimbang penjualan semen curah. Komposisinya sebesar 75 persen dan 25 persen. Artinya, Indocement masih sangat berharap industri properti tumbuh.

Hingga semester I 2017, volume penjualan Indocement turun 2,4 persen dari 8,13 juta ton menjadi 7,93 juta ton. Hal ini membuat pendapatan perseroan turun 15,5 persen dari Rp 7,74 triliun menjadi Rp 6,54 triliun.

Alhasil, laba bersih Indocement dalam enam bulan pertama tahun ini anjlok 62,9 persen dari Rp 2,43 triliun menjadi hanya Rp 901,8 miliar.

Christian menyampaikan, agar efisiensi tetap terjaga, maka perseroan masih memakai strategi penghentian pabrik yang tidak efisien. “Ini selalu kita lakukan. Jadi, pabrik yang aktif itu yang paling efisien,” imbuh dia.