Bareksa.com- Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (PT IBU), produsen beras merek Maknyuss sebagai tersangka. dalam kasus dugaan kecurangan pangan. Ditetapkannya Dirut Indo Beras Unggul membuat harga saham induk usaha yakni PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) anjlok. Berdasarkan pantauan Bareksa, hingga pukul 14.15 WIB hari ini, harga saham AISA turun 6,2 persen menjadi Rp 1.210 dari sebelumnya Rp 1.290 per saham.
Dari sisi transaksi penjual terbesar saham AISA adalah Samuel Securities (IF) yang menjual 84 ribu lot saham pada harga rata-rata Rp 1.202,6 per saham senilai Rp 10,1 miliar. Nilai transaksi yang dilakukan oleh IF setara 32,3 persen dari total transaksi saham yang mencapai Rp 31,2 miliar. Selain IF, Kresna Securities (KS) juga menjual 7 ribu lot saham pada harga rata-rata Rp 1.219,3 per saham senilai Rp 855 juta.
Grafik: Pergerakan Harga Saham AISA Secara Intraday
Sumber: Bareksa.com
PT IBU dituduh menjual beras subsidi seharga beras premium. Menurut keterangan kepolisian, mereka diduga telah menipu masyarakat dengan mencantumkan label premium dalam kemasan. Modus operandi yang dilakukan perusahaan itu adalah mengemas beras subsidi jenis IR64 dengan label cap Ayam Jago dan Maknyuss. Padahal beras IR64 adalah beras medium yang disubsidi pemerintah dengan harga Rp 9 ribu per kilogram. Setelah dibungkus dan dilabeli mereka menjual seharga Rp 20 ribu per kilogram.
Manajemen TPS Food sebelumnya membantah tuduhan tersebut. Direktur TPS Food, Jo Tjong Seng menjelaskan, pihaknya sama sekali tidak menggunakan beras sejahtera (rastra) yang merupakan istilah terkini beras bersubsidi. Tjong Seng bilang, beras yang dihasilkan PT IBU berasal dari gabah yang dibeli melalui mekanisme pasar.
Klarifikasi kedua mengenai tuduhan PT IBU membeli beras medium (IR64) untuk dikemas dan dijual dengan harga premium. “Padahal, berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), deskripsi parameter beras medium atau premium berdasarkan paramater fisik terukur, bukan pada jenis atau varietas beras dan bukan pada kandungan gizi beras,” katanya.
Kategori beras menjadi premium pun memiliki tolak ukur lainnya. Terutama bisa dilihat dari kebutuhan beras, derajat sosoh (warna putih), hingga kadar air.
Klarifikasi lainnya mengenai tuduhan kadar karbohidrat yang tercantum 25 persen setelah diteliti ternyata 84 persen, serta kadar protein tercantum 14 persen setelah diteliti 7,73 persen. Tjong Seng menegaskan, 25 persen adalah angka kecukupan gizi dan bukan kandungan karbohidrat tercantum. Karena kandungan karbohidrat pada beras putih berkisar 74 persen sampai 81 persen, dan hasil analisa Tim Satgas yang 81,45 persen masih masuk dalam kisaran kandungan karbohidrat beras.
Catatan-catatan yang ada di beras produk PT IBU itu menjadi hal yang baru. Tjong Seng mengatakan, pihaknya menjadi pionir dalam menempatkan catatan-catatan itu. “Kami pun berharap yang lain mengikuti. Hal ini sebagai bagian untuk mengedukasi konsumen, karena beras bukan satu-satunya sumber karbohidrat,” imbuh Tjong Seng.
Tuduhan lainnya yang diklarifikasi TPS Food adalah PT IBU membeli gabah dari petani Rp 4.900 dan dianggap tergolong tinggi sehingga dapat mematikan pelaku usaha. Tjong Seng menyatakan, harga itu merupakan harga acuan pembelian dan harga yang dibayar PT IBU sudah termasuk insentif bagi petani yang memenuhi parameter mutu.
Dan tuduhan terakhir mengenai harga jual beras merek Maknyuss Rp 13.000 dan Cap Ayam Jago Rp 20.000 per kilogram yang dianggap lebih tinggi dari ketetapan Permendag. “Harga konsumen ditentukan oleh berbagai faktor dari mata rantai niaga beras. PT IBU hanya melakukan bisnis berdasar prinsip B2B dan hanya dapat menentukan harga sampai keluar pabrik,” jelas Tjong Seng.
Secara keseluruhan, Tjong Seng menuturkan, klarifikasi dari TPS Food bukan sekadar bantah-bantahan. Tapi perseroan ingin adanya pemahaman dasar yang sama.