Bareksa.com – Dalam APBN-P 2017 yang dirilis pada jumat pekan lalu, pemerintah memutuskan untuk memangkas anggaran penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Hal ini berdampak ke PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang tidak lagi menyalurkan KPR menggunakan skema subsidi tersebut.
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengurangi anggaran KPR FLPP menjadi Rp 3,1 triliun dari sebelumnya Rp 9,7 triliun.
Tabel : Anggaran Subsidi Rumah dalam APBN
Sumber : APBNP 2017, Deutsche Bank, diolah Bareksa
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti, menjelaskan karena pengurangan anggaran BTN tidak lagi menjadi bank penyalur KPR FLPP. "Tapi masih ada 29 bank penyalur yaitu 7 bank umum dan 22 Bank Pembangunan Daerah (BPD)," kata Lana dalam keterangan tertulis, Rabu, (12/7/2017).
Meskipun BTN sudah tidak lagi menjadi bank penyalur KPR FLPP, namun perseroan masih bisa menyalurkan KPR subsidi selisih bunga (SSB) untuk 239 ribu unit rumah.
Kementerian PUPR menyesuaikan target KPR Bersubsidi menjadi 279 ribu unit yang terdiri atas KPR SSB sebanyak 239 ribu unit dan KPR FLPP sebesar 40 ribu unit. Meskipun anggaran FLPP dikurangi, namun penyaluran KPR melalui skema SSB mengalami kenaikan menjadi Rp 615 miliar naik dibandingkan sebelumnya Rp 312 miliar.
Tabel : Detail Kredit BBTN per 2016 (Rp Triliun)
Sumber : Laporan keuangan, Deutsche Bank, diolah Bareksa
Menurut analis Deutsche Sekuritas Indonesia seperti tertulis dalam riset kepada nasabah pada 9 Juli mengatakan jika mereka menargetkan target pertumbuhan kredit BBTN sebesar 14 persen. Dengan begitu, BBTN diharapkan dapat mencapai target ROE sebesar 15 persen dengan target harga saham BBTN Rp 2.760 tahun ini.
Mereka menambahkan, jika dilihat secara rinci, anggaran baru tersebut masih memungkinkan BTN untuk memenuhi target. Meskipun pasar mungkin menganggap penurunan tersebut sebagai komitmen pemerintah yang berkurang, namun masih memungkinkan penyaluran kredit subsidi yang lebih tinggi dari 2016.
Meski ada pemangkasan subsidi, Bareksa memantau bahwa kabar tersebut tidak dijadikan sentimen negatif oleh para investor. Hal itu terlihat di mana hingga pukul 15.16 wib, harga saham BBTN justru diperdagangkan menguat 3,33 persen di level Rp 2.480 per lembar.
Grafik : Pergerakan Intraday BBTN
Sumber : Bareksa.com
Untuk diketahui, perbedaan antara fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP)? dan subsidi selisih bunga (SSB)? ialah jika FLPP ?membantu masyarakat berpenghasilan rendah buat mengakses kredit pemilikan rumah (KPR). Dengan program FLPP, hanya masyarakat berpenghasilan kurang dari Rp 4 juta yang boleh memiliki kesempatan untuk memiliki rumah tersebut. Bunga cicilannya pun ringan dan sifatnya tetap atau fixed.
Sedangkan SSB ditetapkan sesuai Peraturan Presiden no.112/2015 tentang Pendanaan Program Sejuta Rumah. Dana SSB ini berasal dari Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (P2DPP). Cara kerjanya cukup sederhana. Misalnya saja bunga cicilan KPR pada tahun ini adalah 13 persen. Maka pemerintah akan mensubsidi 8 persen bunga cicilan tersebut. Jadi masyarakat cukup membayar bunga 5 persen saja.