MARKET BRIEF: Harga IPO Hartadinata Rp300; WSKT Lepas Tol dan WTR Rp8 Triliun

Bareksa • 13 Jun 2017

an image
Presiden Direktur PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) Erwin Ciputra (kedua kanan) berbincang dengan Wapresdir Komersial Polymer Baritono Pangestu (ketiga kanan), Wapresdir Operasi Kulachet Dharachandra (kedua kiri) dan jajaran direksi lainnya seusai Public Expose Penawaran Umum Obligasi Chandra Asri Petrochemical I tahun 2016 di Jakarta.

SHIP incar pendapatan hingga US$45 juta; inflasi bisa tembus 4,36%; pasokan produk TPIA aman

Bareksa.com - Berikut ini adalah intisari perkembangan penting di pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia.

PT Hartadinata Abadi Tbk

Perusahaan perhiasan yang akan menjadi calon emiten di Bursa Efe Indonesia (BEI) ini telah menentukan harga saham perdananya sebesar Rp300 per saham. Perseroan bakal melepas 1,1 miliar saham biasa atas nama yang merupakan saham baru perseroan atau setara dengan 24 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan.

Atas penetapan harga itu, Hartadinata berpotensi meraup dana hingga Rp331,58 miliar. Hal ini pun membuat rencana IPO perseroan menjadi efektif untuk segera melakukan masa penawaran umum mulai 13-15 Juni 2017 untuk akhirnya dicatatkan di BEI pada 21 Juni 2017.

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA)

Meski mendapat musibah kebakaran di salah satu tungku pengolahan nafta, emiten dengan kode saham TPIA ini menegaskan tetap memproduksi olefin dan sejumlah produk turunannya. Artinya, musibah tersebut tidak berdampak signifikan bagi pasokan produk perseroan ke kliennya.

Perseroan juga mengakui, kapasitas pabrik menjadi tidak maksimal. Namun manajemen menilai, pasokan masih aman karena memiliki cadangan. Saat ini Chandra Asri memiliki sembilan tungku pengolahan nafta berkapasitas 860.000 ton per tahun.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT)

Emiten dengan kode saham WSKT ini akan membuka tender pelepasan kepemilikan di beberapa ruas tol dan 22 persen saham PT Waskita Toll Road (WTR). Rencana yang sudah diminati sekitar 14 investor ini akan dilangsungkan pada 15 Agustus 2017.

Manajemen perseroan memperkirakan bisa meraup dana hingga Rp8 triliun atas penjualan enam hingga tujuh ruas tol beserta saham WTR. Penawaran ini pun akan segera ditutup pada September tahun ini. Sejauh ini, beberapa investor yang berminat antara lain UEM Group Bhd (Malaysia), salah satu perusahaan dari Macquarie Group (Australia), serta beberapa perusahaan asal Tiongkok.

PT Sillo Maritime Perdana Tbk (SHIP)

Emiten perkapalan ini akan mengerek pendapatan tahun ini. Optimisme ini muncul setelah Sillo Maritime mengakuisisi 52 persen saham PT Pratama Unggul Lestari (PUL) dengan nilai Rp65 miliar. Atas transaksi ini, perseroan akan mengembangkan dan mengonsolidasikan bisnis di bidang pelayaran melalui anak usaha PUL, PT Eastern Jason.

Sebelum melakukan akuisisi PUL, Sillo Maritime hanya mengincar target pendapatan sebesar US$38 juta. Dan akhirnya, target itu direvisi naik menjadi US$45 juta atau meningkat leih dari 153 persen dibandingkan pencapaian tahun 2016.

PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR)

Perusahaan operator jalan tol milik pemerintah ini baru saja mendapat dana segar Rp1 triliun. Dana tersebut berasal dari pencairan pinjaman PT Bank Syariah Mandiri (BSM). Pembiayaan dengan akad line facility-musyarakah berjangka waktu satu tahun ini akan dipergunakan untuk modal kerja pengembangan ruas jalan tol baru.

PT Paramita Bangun Sarana Tbk (PBSA)

Perseroan tengah mengincar pengembangan bisnis baru. Selain mengincar kontrak baru, perusahaan konstruksi ini berencana mengakuisisi perusahaan yang bergerak di sektor struktur baja untuk menopang pertumbuhan bisnis perseroan ke depan.

Rencana tersebut sudah lama dijajaki, dan saat ini dalam proses negosiasi intensif. Untuk itu, emiten dengan sandi saham PBSA ini menyiapkan dana hingga Rp150 miliar untuk merealisasikan rencananya itu.

Inflasi

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperkirakan inflasi tahun ini bisa menembus 4,36 persen, atau meningkat dibanding akhir tahun 2016 yang mencapai 3,02 persen. Inflasi itu sebagian besar disebabkan tekanan kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices).

Perkiraan tersebut berdasarkan pergerakan tekanan indeks harga konsumen periode Januari-Mei 2017 yang menurun ketimbang Januari hingga April. Penurunan proyeksi inflasi tahunan tersebut, karena koreksi yang terjadi pada dampak inflasi dari kelompok tarif yang diatur pemerintah seperti tarif dasar listrik.