Bareksa.com – Revisi batasan minimum saldo rekening wajib lapor ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari sebelumnya Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar, dinilai tak akan mendorong penarikan uang besar-besaran (rush money) dari bank. Pasalnya, jumlah rekening dengan nilai Rp 1 miliar ke atas diyakini merupakan milik pihak yang taat pajak.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat pemilik dana Rp 1 miliar di bank hanya berjumlah sekitar 432 ribu rekening. Angka ini jauh dari jumlah yang bernilai Rp 200 juta. Bahkan kata Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, sebanyak 99 persen dari 203 juta rekening bernilai Rp 100 juta ke bawah.
“Jadi saya kira tidak akan ada penarikan dana dari bank. Saya lihat, data ini kan sudah pasti bayar pajak, karena dipotong oleh bank,” ujar Halim, Kamis, 8 Juni 2017.
Jadi, kata Halim, hal ini semacam tambahan informasi saja bagi Ditjen Pajak yang memerlukan data lebih luas. Artinya, Ditjen Pajak ingin mencari informasi sebanyak-banyaknya agar mendapatkan profil wajib pajak secara lebih lengkap.
Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan, juga sependapat. Apalagi, akses pajak ke rekening bank bukan hal yang baru di dunia perbankan internasional.
“Jadi, ini wajar. Apalagi kita kan mengikuti pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI). Menyimpan dana di bank itu wajib pajak yang baik, jadi tidak perlu khawatir,” terang Fauzi.
Fauzi pun menilai batas nilai rekening Rp 1 miliar lebih praktis ketimbang dengan batas Rp 200 juta. Dia pun berpendapat, aturan ini tidak akan mengakibatkan rush money. “Mau rush kemana? Kalau dibawa ke properti, nanti juga uangnya ke perbankan lagi,” ucap Fauzi.
Sebagai catatan, data LPS hingga Februari 2017 menunjukkan total rekening simpanan yang dijamin mencapai 202,16 juta rekening atau tumbuh 2,12 juta rekening (1,06 persen) dibanding posisi jumlah rekening hingga Januari 2017 yang sebanyak 200,04 juta rekening.
Untuk simpanan dengan nilai saldo sampai dengan Rp 2 miliar, jumlah rekeningnya meningkat sebesar 1,64 persen (MoM), dari 199,8 juta rekening (Januari 2017) menjadi 201,92 juta rekening (Februari 2017). Namun jumlah nominal simpanannya sedikit menurun sebesar 0,01 persen (MoM), dari posisi akhir Januari 2017 dengan jumlah nominal simpanan sebesar Rp 2.127,98 triliun, menjadi Rp2.127,67 triliun (Februari 2017).
Sedangkan untuk simpanan dengan nilai saldo di atas Rp 2 miliar, jumlah rekeningnya naik 0,17 persen (MoM), dari 238.908 rekening (Januari 2017) menjadi 239.318 rekening (Februari 2017). Sementara itu, untuk jumlah nominal simpanan juga naik sebesar 0,94 persen (MoM), dari Rp 2.769,17 triliun (Januari 2017) menjadi Rp 2.795,14 triliun (Februari 2017).
Adapun total simpanan di bank umum per Februari 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 25,66 triliun atau 0,52 persen (MoM) dibanding posisi akhir Januari 2017, nilainya menjadi sebesar Rp 4.922,81 triliun.
Sementara itu, bank umum peserta penjaminan per Februari 2017 berjumlah 115 bank. Terdiri dari 102 bank umum konvensional dan 13 bank umum syariah. Bank umum konvensional, terdiri dari 4 Bank Pemerintah, 25 Bank Pemerintah Daerah, 64 Bank Umum Swasta Nasional dan 9 Kantor Cabang Bank Asing.
Jumlah bank umum berkurang satu bank dengan adanya izin self liquidation dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk keputusan Pencabutan Izin Usaha Kantor Cabang The Royal Bank of Scotland N.V. di Indonesia pada 28 Februari 2017.