Menakar Efektivitas Naiknya Anggaran Infrastruktur Melalui Transfer Daerah

Bareksa • 05 Jun 2017

an image
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi keterangan pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

Penyaluran dari pemerintah pusat lebih cepat, namun banyak dana Pemda yang mengendap di bank

Bareksa.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan akan ada kenaikan anggaran untuk infrastruktur dalam RAPBN-P 2017 dan RAPBN 2018. Mengutip dari pemberitaan media, ada kelebihan dana sekitar Rp 16 triliun tahun ini yang berasal dari penghematan pengeluaran tidak produktif. Hasilnya, pemerintah akan menambah anggaran Rp 15 triliun ke sektor infrastruktur. Artinya anggaran infrastruktur dalam RAPBN-P 2017 akan bertambah menjadi sekitar Rp 348 triliun dari angka APBN 2017 yang hanya Rp 317 triliun.

Sementara itu sejak berkurangnya anggaran penyertaan modal negara (PMN), kenaikan anggaran infrastruktur lebih dialihkan melalui transfer ke daerah dibandingkan menambah porsi belanja kementerian/lembaga (K/L). Hal ini terlihat pada struktur anggaran infrastruktur APBN 2017. Porsi transfer ke daerah naik menjadi 49 persen dari total anggaran. Angka nominal pembiayaannya pun naik lebih dari dua kali lipat yakni menjadi Rp 183,7 triliun dibanding pada APBN-P 2016 yang nilainya hanya Rp 88 triliun.

Grafik: Komposisi Anggaran Infrastruktur APBN-P 2016 dan APBN 2017

Sumber: Nota Keuangan APBN 2017

Jika mengacu pada postur anggaran infrastruktur APBN 2017, kenaikan anggaran nantinya diperkirakan akan fokus pada pembiayaan melalui transfer ke daerah. Apakah ini akan efektif?

Hasil riset Bareksa menemukan bahwa realisasi anggaran yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi transfer ke daerah selalu lebih tinggi dibandingkan dengan belanja modal pemerintah.

Per 31 Maret 2017, realisasi transfer ke daerah mencapai 25,5 persen dari target pembiayaan. Tetapi jika mengeluarkan dana desa dari postur tersebut, maka realisasinya mencapai 27,7 persen. Di sisi lain belanja modal pemerintah pusat masih jauh tertinggal yakni hanya 6,1 persen dari target.

Realisasi transfer ke daerah pada 2016 juga mencapai 91,5 persen, atau lebih tinggi dari realisasi belanja modal yang hanya 80,6 persen.

Namun realisasi tersebut baru diukur dari sisi penyaluran pemerintah pusat ke pemerintah daerah, yang artinya belum tentu dana tersebut benar-benar terserap. Hal ini tercermin dari posisi simpanan pemerintah daerah di perbankan yang nilainya masih cukup besar. Per Maret 2017, simpanan Pemda di bank mencapai Rp 207 triliun.

Ekonom Senior PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, menilai bahwa jika anggaran Pemda terserap dengan baik, maka nilai simpanan di bank akan turun menjadi sekitar Rp 80 triliun. Namun mempertimbangkan masih tingginya nilai simpanan Pemda di bank, maka kenaikan anggaran infrastruktur melalui transfer ke daerah tidak akan banyak dampaknya. Sebab penyerapan anggaran Pemda tercatat minim. Sebagian besar dana yang mengendap tersebut adalah anggaran infrastruktur. 

Karena itu,melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, pemerintah memperketat penyaluran transfer ke daerah. Peyalurannya harus mengacu dari sisi output hasil pelaksanaan anggaran.

Grafik: Posisi Simpanan Pemda Pada Bank Umum & BPR Periode Januari 2010-Maret 2017

Sumber: Bareksa.com