Bareksa.com – Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service pada Rabu (24 Mei 2017) menurunkan peringkat utang China dari Aa3 menjadi A1, dan mengubah prospeknya dari negatif menjadi stabil. Hal ini seiring dengan perlambatan ekonomi di negara Tirai Bambu tersebut yang cukup berpengaruh terhadap ekonomi global.
Moody’s memperkirakan defisit anggaran pemerintah China di 2016 moderat sekitar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Selain itu, porsi utang pemerintah terhadap PDB akan naik menjadi 40 persen pada 2018 dan menjadi 45 persen pada 2020.
Gambar : Penjelasan Rating Moody’s
Sumber : Moody’s
Moody’s mengatakan, rating ini merefleksikan ekspektasi bahwa kekuatan finansial China akan terkikis dalam beberapa tahun mendatang. Penyebabnya adalah perkiraan utang terus melebar sementara pertumbuhan ekonomi melambat. Meskipun demikian, peringkat utang China ini masih dalam status layak investasi (investment grade).
"Kewajiban ekonomi akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Reformasi yang direncanakan sepertinya berjalan lambat dan tidak aman sehingga menaikkan kewajiban," tulis riset Moody’s.
Ada dua faktor utama yang menjadi kekhawatiran Moody’s terhadap prospek perekonomian China.
1. Pertumbuhan Ekonomi China masih melambat
Pertumbuhan PDB China melambat dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dari 10,6 persen di tahun 2010 menjadi 6,7 persen pada 2016. Marie Diron, senior Vice President Moody’s, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa jatuh di area 5 persen di ujung dekade ini (tahun 2020).
Grafik : Pertumbuhan Tahunan GDP China
Sumber : Tradingeconomics, diolah Bareksa
Pada kuartal I-2017, China mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,9 persen, lebih besar ketimbang perkiraan pasar. Pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,5 persen di tahun ini. Meski begitu, Moody’s masih melihat adanya perlambatan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.
2. Rasio Utang terhadap PDB Terus Meningkat
Dalam beberapa tahun terakhir, Moody’s juga menyoroti adanya peningkatan utang tetapi tidak disertai dengan pertumbuhan PDB ekonomi China.
Grafik : Pertumbuhan Rasio Utang terhadap PDB China
Sumber : Tradingeconomics, diolah Bareksa
Moody's memperkirakan bahwa leverage (utang) negara akan meningkat lebih lanjut di tahun mendatang. Program reformasi yang direncanakan mungkin akan memperlambat leverage, tetapi tidak mencegah kenaikan leverage itu sendiri.
Tak lupa, Moody’s juga mengatakan pentingnya peran otoritas untuk mempertahankan pertumbuhan yang kuat dan menghasilkan stimulus kebijakan yang berkelanjutan, mengingat hambatan struktural yang semakin meningkat untuk mencapai target pertumbuhan. Stimulus semacam itu akan berkontribusi pada meningkatnya utang secara keseluruhan. (hm)