Berita / / Artikel

Ini Dampak Naiknya Rating S&P Terhadap Saham Sektor Konstruksi

• 23 May 2017

an image
Pekerja menyelesaikan pembangunan konstruksi salah satu gedung apartemen di kawasan Margonda, Depok, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Saham WSKT memimpin emiten konstruksi hari ini dengan penguatan 6,6% di saat IHSG merah

Bareksa.com – Mengawali pekan ini (Senin, 22 Mei 2017), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona merah, meski sempat bereli hingga menyentuh titik tertinggi dalam sejarah. Saham-saham emiten konstruksi bergerak positif di tengah pelemahan indeks pasca peningkatan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia oleh lembaga rating internasional Standard and Poor's (S&P)

IHSG hari ini dibuka bergerak hingga menyentuh level 5.874 atau menguat 1,42 persen dan kembali mencatatkan new all time high level di posisi tersebut. Meski begitu, memasuki sesi II, laju indeks kembali melemah dan ditutup turun 0,74 persen di level 5.749.

Menariknya, meski mayoritas sektor ditutup di zona merah, sektor properti yang menaungi konstruksi sebagai subsektor masih mampu ditutup positif dan memimpin penguatan secara sektoral. PT Waskita Karya Tbk (WSKT) ditutup menguat 6,6 persen, diikuti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI), yang masing-masing menguat 3,47 persen, 2,66 persen, dan 1,32 persen.

Lantas, faktor apa yang menjadi katalis positif pergerakan saham emiten kontruksi ini?

Sebelumnya, lembaga pemeringkat S&P menaikkan peringkat Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) dengan rating BBB- dari sebelumnya BB+ dengan outlook stabil. (Baca juga: Indonesia Dapat Rating Upgrade S&P, Ini 4 Faktor Ekonomi Pendorongnya)

Berdasarkan pemeringkatan tersebut, sektor konstruksi termasuk salah satu yang diuntungkan. Pasalnya, peningkatan rating tersebut menggambarkan turunnya risiko investasi di negara Indonesia dan akan berdampak kepada turunnya suku bunga kredit, sehingga pembayaran utang dapat berkurang dan kendala kebutuhan pendanaan proyek akan berkurang.

Sejumlah badan usaha konstruksi milik negara tercatat memiliki utang obligasi yang cukup banyak untuk mendanai proyek mereka. Waskita, dengan total obligasi Rp7,2 triliun, memiliki utang obligasi terbesar di antara empat emiten konstruksi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Grafik : Perbandingan Utang Obligasi Konstruksi per Maret 2017 (Rp Triliun)

Sumber : Laporan Keuangan, diolah Bareksa

Sekedar informasi, mayoritas obligasi korporasi sektor konstruksi mempunyai rating A- dengan kupon yang ditawarkan mulai dari 8,1 persen hingga 11,1 persen. Maka, dengan peningkatan rating oleh S&P tersebut, yield obligasi korporasi juga berpotensi turun yang positif bagi harga obligasinya.

Oleh sebab itu, di antara empat emiten konstruksi BUMN, sangat wajar bila saham WSKT sangat direspon positif. Hal ini mengingat Waskita memiliki total utang obligasi yang paling besar dan sangat sensitif terhadap peningkatan rating tersebut.

Grafik : Pergerakan Intraday WSKT

Sumber : Bareksa.com

Setelah menanti sekian lama, akhirnya Indonesia mendapat status investment grade dari S&P, dengan alasan perbaikan anggaran negara. Sebelumnya, dua lembaga rating internasional lain, yakni Moody’s Investors Service dan Fitch Ratings, telah memberikan pandangan positif terhadap peringkat utang Indonesia. (hm)

Tags: