Berita / / Artikel

Ini Latar Belakang Ditjen Pajak Diberi Akses Rekening Nasabah Bank

• 18 May 2017

an image
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim II, Nader Sitorus (kedua kanan) bersama Kepala Bidang P2 Junaidi Eko Widodo (kanan), Kepala Bidang Pengurangan Keberatan dan Banding Anggrah Warsono (kedua kiri) dan Kepala Bidang Data Potensi Pengawasan Perpajakan Priyo Hernowo (kiri) saat pembinaan wajib pajak (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu nomor 1 tahun 2017

Bareksa.com -  Presiden Joko Widodo baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2017 yang ditandatangani pada 8 Mei 2017. Perppu tersebut berisi mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Artinya, Ditjen Pajak bisa melihat rekening nasabah bank dalam rangka memperoleh informasi keuangan untuk melaksanakan peraturan perpajakan. Apa latar belakang dari kebijakan pemerintah ini?

Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan ini berawal ketika Indonesia dikategorikan dalam peringkat “Patuh Sebagian” atau (Partially-Compliant) oleh Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum) yang beranggotakan 139 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, yang disebabkan karena tidak adanya kewenangan Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan.

Penempatan sebagai negara dengan peringkat “Patuh Sebagian” mengakibatkan Indonesia dianggap tidak transparan dan kurang efektif dalam pertukaran informasi keuangan oleh seluruh negara mitra pertukaran informasi dan sejumlah lembaga internasional.

Pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, selain dilakukan dengan cara permintaan, dapat juga dilakukan dengan cara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI). Oleh sebab itu, pemerintah didesak harus segera membentuk peraturan mengenai akses  informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017.

Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis, yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana illegal.

Jika batas waktu pertukaran informasi kepada negara lain berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan jatuh pada tanggal 30 September 2018 maka:

a. penyampaian laporan dari lembaga jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan wajib dilakukan paling lama tanggal 1 Agustus 2018

b. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan laporan dimaksud kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lama tanggal 31 Agustus 2018.

Tags: