BUMN Tambang Siapkan Strategi Bisnis Tahun Ini

Bareksa • 23 Mar 2017

an image
Alat-alat berat dioperasikan di pertambangan Bukit Asam yang merupakan salah satu area tambang terbuka (open-pit mining) batu bara terbesar PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatra Selatan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Inalum & Timah akan tingkatkan produksi, Antam fokus ke nikel, PTBA garap non-coal

Bareksa.com - Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan entitas induk (holding) perusahaan negara di bidang tambang, yang salah satu tujuannya adalah mencaplok saham PT Freeport Indonesia hingga 51 persen. Untuk meningkatkan kinerja keuangan, empat perusahaan-perusahaan tambang pelat merah yang tergabung dalam holding itu sudah menyiapkan beberapa strategi khusus tahun ini.

Adapun badan usaha milik negara (BUMN) yang akan tergabung dalam holding tersebut adalah PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS). Mereka bakal memiliki aset konsolidasi mencapai Rp 106 triliun.

Berkaitan dengan target tahun ini, Inalum akan fokus meningkatkan produksi aluminium dari 240.000 ton per tahun menjadi 500.000 ton di tahun 2021. Salah satu strateginya adalah meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kapasitas, sehingga impor bahan baku aluminium bisa dikurangi.

Inalum pun menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai US$3 miliar atau Rp39,9 triliun (kurs 1 dolar AS = Rp 13.300) sampai tahun 2021.

"Kami akan mengembangkan bisnis secara vertikal dan tentu saja menggunakan teknologi yang baik. Untuk itu, kami rencanakan investasi sebesar US$3 miliar hingga 2021," jelas Direktur Keuangan Inalum, Oggy Achmad Kosasih, di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Rabu (22 Maret 2017).

Sementara itu, PT Timah juga bersiap meningkatkan produksi dengan menambah 6 kapal hisap tahun ini. Nilai capex yang disiapkan mencapai Rp 55 miliar per kapal, atau menjadi Rp 330 miliar.

Direktur Keuangan Timah, Emil Ernindra mengatakan, dengan penambahan kapal ini, maka perusahaan akan memiliki 26 kapal hisap untuk menambang timah di bawah laut.

"Karena memang fokus Timah adalah bagaimana kita masuk ke tambang dalam," kata Emil yang juga ditemui di Kementerian BUMN.

Lain lagi dengan Aneka Tambang atau Antam. Setelah komoditas utamanya yaitu emas sudah berkembang dan mencatatkan kinerja maksimal, perusahaan tentu ingin mengembangkan komoditas lainnya, salah satunya nikel. Komoditas yang pernah menjadi topangan kinerja Antam ini masih belum dapat berkembang karena terkendala peraturan yang kini berlaku.

Seperti diketahui, perusahaan tambang dilarang mengekspor bijih mineral mentah dengan kadar tertentu. Hal ini merupakan inisiasi pemerintah untuk mendorong nilai tambah dalam negeri termasuk dengan pengembangan pabrik pengolahan (smelter). Adapun Antam saat ini masih terkendala izin kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk dapat mengekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen.

Direktur Utama Antam Tedy Badrujaman mengatakan, perseroan mengajukan izin ekspor nikel kadar rendah sebesar 6 juta ton per tahun. "Kami akan langsungkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada akhir April, semoga pada pertengahan April mendatang sudah bisa dapat," kata Tedy di Kementerian BUMN.

Antam menargetkan peningkatan produksi dan penjualan komoditas utama feronikel dan emas. Untuk feronikel, Antam menargetkan volume produksi tahun 2017 sebesar 24.100 ton nikel dalam feronikel (TNi), lebih tinggi 19 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2016 sebesar 20.293 TNi. Untuk komoditas emas, Antam menargetkan produksi 2.270 kg dari tambang emas Pongkor dan Cibaliung, lebih tinggi dibandingkan produksi emas tahun 2016 sebesar 2.209 kg.

Adapun perusahaan tambang batu bara, PTBA memilih ekspansi bisnis ke sektor nontambang tahun ini, seperti kelapa sawit dan pembangkit listrik (power plant).

Direktur Keuangan PT Bukit Asam Tbk Achmad Sudarto mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah pengembangan usaha melalui skema merger dan akuisisi (M&A). "Mungkin industri-industri yang tidak ada hubungannya sama batu bara, seperti kapal, CPO company, tidak harus company batu bara," kata Sudarto di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (22 Maret 2017).

Dia menuturkan, rencana ini menyusul harga batu bara yang cenderung fluktuatif sehingga PTBA merasa perlu melakukan ekspansi ke sektor lain. "Target pertumbuhan aset dari perluasan bisnis ini mungkin setengah dari aset (atau Rp 18 triliun)," jelasnya. (K12)