Berita / / Artikel

PLN Ajak Korsel Bangun Infrastruktur untuk Kejar Rasio Elektrifikasi

• 16 Mar 2017

an image
Menteri ESDM Archandra Tahar (kiri) berbincang dengan Dirut PLN Sofyan Basir sesaat sebelum memulai Rapat Koordinasi (Rakor) bersama sejumlah pejabat PLN di Kantor PLN Pusat, Jakarta. Rakor tersebut membahas mengenai perkembangan pembangunan pembangkit listrik dan jaringan transmisi 35.000 MW. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Wilayah di Indonesia yang membutuhkan aliran listrik seperti di Papua, Maluku, dan sebagian Jawa-Bali

Bareksa.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mengajak pengusaha Korea Selatan (Korsel) untuk bersama-sama mengembangkan sektor ketenagalistrikan di Indonesia melalui pembangunan sejumlah infrastruktur terkait. Pembangunan infrastruktur ini bertujuan memastikan semakin banyak wilayah dapat terjangkau oleh listrik.

Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati menjelaskan, sampai sekarang ini jangkauan listrik (rasio elektrifikasi) di Indonesia baru mencapai 91 persen. Masih ada selisih 9 persen agar seluruh wilayah di Indonesia bisa teraliri listrik yang ditargetkan terwujud pada 2019. Tidak ditampik, pemenuhan hal dimaksud membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit.

Atas dasar itu, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan perlu digenjot sedemikian rupa dalam rangka mencapai target elektrifikasi. Apalagi, kondisi itu berperan penting terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk mendukung kinerja perusahaan.

"Pertumbuhan ekonomi ditargetkan terus tumbuh. Dari hal itu, proyeksi permintaan listrik pada 10 tahun mendatang menjadi rencana kami untuk mengembangkan power plant dan infrastruktur," kata Nicke, di Jakarta, Selasa 14 Maret 2017.

Setidaknya masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang membutuhkan aliran listrik yakni seperti di Papua, Maluku, dan sebagian Jawa-Bali. Masih adanya beberapa wilayah yang belum teraliri listrik itu tentu menjadi peluang untuk menempatkan investasi dalam rangka membangun infrastruktur.

"Ini sebenarnya menjadi kesempatan bagi semua stakeholder untuk bisa berpartisipasi dalam membangun infrastruktur seperti power plant transmisi dan distribusi," tuturnya.

Adapun ajakan PLN kepada para pengusaha Korsel tidak terlepas dari rekam jejak mereka yang cukup kuat dalam industri manufaktur. Karenanya, PLN sangat membuka lebar peluang kerja sama dalam rangka membangun sejumlah infrastruktur di sektor ketenagalistrikan.

Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, PLN akan membangun 78 Gigawatt (GW) power plant, transmisi 67.422 kms, dan 164,170 MVA gardu induk.

Sumber Dana Perbankan

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA telah menyiapkan dana sebesar Rp3 triliun guna mendukung pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan kepada PLN melalui mekanisme kucuran kredit. Penyaluran kredit akan diarahkan untuk pengembangan pembangunan megaproyek 35.000 megawatt dan program kelistrikan di desa-desa terpencil.

Direktur Corporate Business BCA Rudy Susanto mengungkapkan, PLN sebelumnya sudah melakukan penandatanganan kerja sama dengan BCA terkait pembiayaan proyek tersebut. "PLN sudah tanda tangan kerja sama di akhir tahun lalu dan mungkin awal tahun akan sign lagi. Berapanya mungkin sekitar Rp3 triliun," ujarnya.

Lebih lanjut, konsep kerja sama itu melalui pembentukan konsorsium antara BCA dengan lima perusahaan lainnya. "Ini bukan BCA saja tapi konsorsium. Pembiayaan konsorsiumnya secara keseluruhan mungkin Rp12 triliun. Tapi BCA Rp3 triliunan," ungkapnya. (Baca juga: Sembuh Dari 'Alergi' Biayai Infrastruktur, BCA Tetap Andalkan DPK)

Dalam sebuah kesempatan, Pengamat Ekonomi Destry Damayanti menilai, proyek infrastruktur yang didanai oleh pihak swasta melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta perlu terus dikembangkan dari waktu ke waktu. Hal itu penting karena kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbatas.

"Pada dasarnya, infrastruktur akan diarahkan untuk melibatkan sebanyak mungkin sektor swasta, baik dalam hal pembiayaan maupun pembangunannya," kata Destry, yang kini menjabat sebagai Komisaris Independen Bank Mandiri.

Destry, yang juga Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak menampik bahwa pembangunan infrastruktur yang mampu menjawab persoalan ekonomi Tanah Air merupakan kebutuhan wajib. Namun, perkembangannya sangat lambat karena pendanaannya yang besar dan tidak sejalan dengan ketersediaan pendanaan.

Ia merinci, kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur mencapai lebih dari Rp1.000 triliun dalam setahun dan angka itu susah untuk semuanya dibiayai pemerintah melalui mekanisme APBN. Untuk itu, peran swasta sangat dibutuhkan sekarang ini. (Baca juga: Bank Semakin Kepincut "Kue" Infrastruktur)

"Perhatian mengenai pembiayaan penting terutama bagaimana melibatkan swasta guna membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia," pungkas dia. (K03)

Tags: