BIPI Meroket Hingga 30%, Masuk Jajaran Top 10 Saham Diburu Asing

Bareksa • 10 Feb 2017

an image
Karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Rabu (1/4). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Nilai beli bersih asing terhadap saham BIPI hari ini mencapai Rp16,7 miliar

Bareksa.com- Sejak pertengahan November 2016, harga saham PT Benakat Integra Tbk (BIPI) meroket setelah cukup lama mandek di Rp50, level harga terendah di pasar reguler Bursa Efek Indonesia. Investor asing pun terpantau masuk ke dalam saham emiten tambang batu bara dan perminyakan ini.

Saham BIPI naik hingga 156 persen menjadi Rp116 pada penutupan perdagangan kemarin 9 Februari 2017, dari level gocap pada pertengahan November 2016. Kini pergerakan harga saham BIPI terpantau kembali agresif pada perdagangan hari ini 10 Februari 2017. Hingga pukul 15.03 WIB harga saham  BIPI meroket 30 persen menjadi Rp155.

Grafik: Pergerakan Harga Saham BIPI Secara Intraday

Sumber: Bareksa.com

Naiknya harga saham BIPI seiring banyaknya asing yang terpantau ikut melakukan beli bersih terhadap saham tersebut. Nilai beli bersih asing (net foreign buy) terhadap saham BIPI hari ini mencapai Rp16,7 miliar. Saham BIPI pun masuk ke posisi 5 dari 10 saham yang paling banyak dibeli asing pada hari ini.

Tabel: Top-10 Saham Dibeli Investor Asing Tertinggi

Sumber: Bareksa.com

Asing paling banyak masuk melalui broker Sinarmas Securities (DH) dengan memborong 1,3 juta lot saham BIPI pada harga rata-rata Rp140 per saham senilai Rp18,2 miliar. Nilai transaksi yang dilakukan oleh DH setara 9 persen jika dibandingkan seluruh transaksi saham BIPI yang mencapai Rp208 miliar hari ini.

Sementara itu, pembeli terbesar kedua adalah UBS Securities (AK) yang membeli 20.000 lot saham pada harga rata-rata Rp118 per saham senilai Rp236 juta.

Peningkatan harga saham BIPI ini belum sebanding dengan kinerja keuangannya. Perusahaan masih membukukan laba yang turun sebesar 20 persen menjadi Rp32 miliar dari sebelumnya Rp40 miliar. Padahal pendapatan perusahaan anjlok hingga 84 persen pada kuartal III-2016, menjadi Rp19 miliar, dibandingkan tahun sebelumnya yang berhasil mengantongi Rp120 miliar

Hal ini terdorong beban perusahaan yang berhasil ditekan. Dalam laporan keuangan dijelaskan bahwa pemeliharaan dan pengoperasian turun sebesar 98 persen menjadi Rp1,5 miliar dari sebelumnya mencapai Rp75 miliar

Grafik: Pergerakan Laba dan Pendapatan BIPI

Sumber: Bareksa.com

Dari sisi rasio utang, debt to equity rasio (DER) BIPI terus meningkat menjadi 2,56 kali seiring jumlah utang yang meningkat menjadi Rp14 triliun per September 2016 atau naik 13,5 kali lipat jika dibandingkan utang tahun 2012 yang hanya sebesar Rp1,05 triliun.

Peningkatan rasio utang secara signifikan ini terjadi karena proses akuisisi Astrindo Mahakarya Indonesia (AMI), yang bergerak di bidang jasa tambang, senilai US$600 juta pada 2013. Astrindo memiliki klien pertambangan terbesar yakni Kaltim Prima Coal dan Arutmin, yang merupakan anak usaha dari PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Grafik: Pergerakan Debt to Equity Ratio (kali) BIPI 2012- Kuartal II 2016

Sumber: Bareksa.com

Valuasi Saham

Untuk mengukur mahal atau murahnya harga saham, Analis Bareksa mencoba menghitung menggunakan metode PER. PER atau price to earning ratio adalah rasio yang membandingkan harga saham dengan laba bersih per saham yang mampu diraih perusahaan selama satu tahun. Semakin tinggi nilai PER maka semakin mahal harga saham, demikian sebaliknya. Lalu, PER masing-masing saham dibandingkan dengan PER rata-rata sektornya sehingga bisa diketahui apakah harga sahamnya wajar atau tidak.

Grafik: PER BIPI vs. Sektor Tambang

Sumber: Bareksa.com

BIPI, yang bergerak di bidang perminyakan dan tambang batu bara ini, memiliki PER sebesar -9,99 kali, Nilai PER yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa memberikan keuntungan berupa dividen kepada pemegang sahamnya. Meskipun demikian, PER rata-rata perusahaan dari sektor tambang juga memang tercatat negatif, yakni sebesar -1,72 kali.

PER BIPI tersebut menggambarkan bila kondisi seseorang membeli saham BIPI di harga sekarang Rp155, maka investor tersebut hanya bisa memperoleh return dari keuntungan transaksi jual-beli saham (gain). Namun, tidak bisa memperoleh return dari EPS yang negatif sehingga tidak bisa mengharapkan untuk memperoleh dividen. (hm)