Bareksa.com- Harga saham lima emiten dari Grup Bakrie sejak awal tahun naik cukup signifikan. Bahkan, ada beberapa yang bisa dibilang terlalu mahal dibandingkan dengan perusahaan dalam sektornya.
Bareksa memantau lima saham Grup Bakrie, yakni PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS), PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) dan PT Energy Mega Persada Tbk (ENRG).
Dari kelima saham tersebut, emiten pertambangan BUMI mencatat peningkatan harga saham terbesar yaitu 828 persen selama satu tahun terakhir. Kinerja saham BUMI diikuti oleh BRMS yang naik 182 persen, DEWA dengan return 76 persen, ENRG naik sebesar 44 persen dan ELTY yang menanjak 28 persen.
Untuk menilai valuasinya mahal atau murah, Bareksa menggunakan metode PER. PER atau price to earning ratio adalah rasio yang membandingkan harga saham dengan laba bersih per saham yang mampu diraih perusahaan selama satu tahun. Semakin tinggi nilai PER maka semakin mahal harga saham, demikian sebaliknya. Lalu, PER masing-masing saham dibandingkan dengan PER rata-rata sektornya sehingga bisa diketahui apakah harga sahamnya wajar atau tidak.
Grafik: Pergerakan Harga Saham Grup Bakrie Selama 1 Tahun
Sumber: Bareksa.com
BUMI, yang bergerak di bidang pertambangan batu bara ini, memiliki PER sebesar -1,02 kali, sedangkan ENRG sebesar -1,31 kali. Nilai PER yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa memberikan keuntungan berupa dividen kepada pemegang sahamnya. Meskipun demikian, PER rata-rata perusahaan dari sektor pertambangan memang tercatat negatif, yakni sebesar -1,72 kali.
PER BUMI tersebut menggambarkan bila kondisi seseorang membeli saham BUMI di harga sekarang Rp430, maka investor tersebut hanya bisa memperoleh return dari keuntungan transaksi jual-beli saham (gain). Namun, tidak bisa memperoleh return dari EPS yang negatif sehingga tidak bisa mengharapkan untuk memperoleh dividen.
Tabel: Perbandingan PER saham Grup Bakrie dengan PER Rata-rata Sektor
Sumber: Bareksa.com
Sama seperti investor BUMI, investor yang membeli saham ENRG juga tidak bisa mengharap dividen karena EPS yang negatif.
Adapun perusahaan lainnya, ELTY yang masuk ke sektor properti memiliki PER sebesar -5,5 kali. Angka ini terbilang buruk karena PER rata-rata sektor properti positif yaitu sebesar 13,24 kali.
Sementara saham BRMS memiliki PER sebesar -1,4 kali, sangat buruk dibandingkan rata-rata PER sektor perdagangan yang positif, sebesar 14,76 kali.
Satu-satunya saham Grup ini yang memiliki PER positif adalah DEWA, yang hari ini melejit 34,4 persen menjadi Rp86. Perusahaan ini memiliki PER 358 kali, jauh di atas PER rata-rata sektor pertambangan yang sebesar -1,72 kali.
Berarti apabila investor membeli saham DEWA di harga Rp86 dan hanya mengharapkan return dari EPS, diasumsikan akan membutuhkan waktu 358 tahun untuk kembali modal dengan mengakumulasi EPS tersebut tanpa menjual sahamnya. Hal itu menggambarkan betapa mahalnya saham DEWA.
Saham-saham yang kembali bangkit di awal tahun 2017 ini juga tidak didukung dengan kinerja fundamental perusahaan. Bahkan, dua di antaranya masih merugi pada kuartal III-2016.
Perusahaan yang menderita kerugian terbesar yakni BRMS dengan nilai rugi Rp4,5 triliun sepanjang Januari - September 2016. Tak hanya itu, pendapatannya pun merosot 79 persen menjadi Rp28 miliar dari sebelumnya Rp 134 miliar.
Tabel: Pertumbuhan Kinerja Emiten Grup Bakrie (Rp miliar)
Sumber: Bareksa.com
Di sisi lain, BUMI memang berhasil mencetak untung Rp949 miliar sepanjang Januari-September 2016. Tetapi dari sisi operasional, Bumi Resources masih mengalami kerugian. Jadi keuntungan hanya berasal dari pendapatan lain-lain. (hm)