Berita / / Artikel

Bisakah Rencana Kenaikan Cukai Rokok Menutupi Shortfall Pajak?

• 22 Dec 2016

an image
Petugas menunjukan barang bukti rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) saat gelar barang bukti rokok ilegal di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Pemerintah Berencana Mengenakan PPN di Tingkat Produsen & Konsumen

Bareksa.com – Guna mengatasi shortfall pajak yang terus terjadi dalam 7 tahun terakhir, pemerintah kembali mengeluarkan rencana untuk menaikkan pajak penghasilan (PPN) bagi kalangan produsen rokok atau cukai rokok dari 8,7 persen menjadi 9,1 persen. Selain itu, muncul juga wacana untuk mengenakan PPN yang dibebankan kepada konsumen sebesar 10 persen.

Meskipun rencana ini masih akan dikaji dengan industri tembakau dalam waktu dua tahun mendatang, diharapkan kondisi fiskal negara akan semakin sehat karena ada ruang untuk mengurangi shortfall pajak.

Shortfall adalah kondisi di mana realisasi penerimaan pajak dalam satu tahun lebih rendah dibandingkan target penerimaan pajak yang telah ditentukan dalam RAPBN atau APBN-P. Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memperkirakan shortfall tahun 2016 sebesar Rp 219 triliun dari target penerimaan perpajakan dalam APBN-P sebesar Rp 1.539,2 triliun.

Sepanjang 2009-2015, target penerimaan pajak tidak pernah tercapai. Shortfall terburuk terjadi pada tahun lalu, dengan realisasi pajak hanya sebesar 83 persen dari target yang dicanangkan Rp1.489 triliun.

Sebelumnya, hanya di tahun 2008 saja Indonesia mampu melebihi target penerimaan pajak sebesar Rp 534,5 triliun dengan realisasi mencapai Rp 571,1 triliun. Pencapaian itu turut ditopang oleh kebijakan sunset policy era Sri Mulyani yang mampu berkontribusi 15,2 persen terhadap surplus penerimaan pajak tahun 2008.

Grafik: Perbandingan Target dan Realisasi Pajak 2009 – 2015 (Rp Triliun)

Sumber : Bareksa.com

Bareksa menganalisis, setidaknya sekitar 7-9 persen penerimaan cukai rokok berkontribusi terhadap total penerimaan negara. Sehingga bisa dikatakan, bahwa cukai rokok masih menjadi tulang punggung pemerintah dalam menghimpun dana APBN mengingat 86 persen komposisi APBN disumbang oleh penerimaan pajak.

Grafik: Perbandingan Target Pendapatan Cukai dan Pendapatan Negara (Rp Triliun)

Sumber : Bareksa.com

Di tahun 2016, kontribusi cukai menurun drastis menjadi 8,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya 9,6 persen disebabkan oleh adanya kenaikan target pendapatan negara. Meski begitu, pendapatan cukai sendiri cenderung stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk tahun 2017, pemerintah menaikkan target pendapatan cukai menjadi Rp157 triliun dari Rp148 triliun dalam APBN-P 2016 sehingga kontribusi cukai bisa naik menjadi 9 persen di tengah target pendapatan negara yang turun secara umum.

Dengan adanya rencana peningkatan PPN rokok ini, setidaknya pemerintah kembali mempunyai ruang untuk meningkatkan penerimaan negara. Sebab jika shortfall pajak terus berlanjut, akan menjadi bahaya besar bagi ketahanan fiskal yang semakin memburuk dan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan investor global terhadap perekonomian Indonesia. (Baca Juga: Cukai Rokok Naik 10%, Emiten Rokok Mana Yang Jadi Rekomendasi?)

Dampak Shortfall Pajak

Secara teori, shortfall pajak dapat menyebabkan defisit anggaran atau pengeluaran negara yang melebihi penerimaan. Dengan asumsi target pengeluaran 100 persen tercapai, defisit anggaran pada APBN Perubahan 2016 ditargetkan Rp 313,3 triliun atau 2,48 persen dari perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) 2016 yang diperkirakan Rp 12.500 triliun.

Sebagai tambahan, UU Keuangan Negara No.17 tahun 2003 membatasi defisit anggaran maksimal 3 persen dari PDB atau Rp 375 triliun untuk APBN Perubahan 2016.

Selain itu, perlu ditekankan pula bahwa defisit anggaran dibiayai oleh utang negara. Dengan demikian, semakin besar defisit anggaran, semakin besar pula beban anggaran untuk membayar cicilan utang serta bunganya. (hm)

Tags: