Bareksa.com - Bursa Efek Indonesia berencana tidak lagi membatasi harga terbawah saham di pasar reguler mulai tahun depan. Sebagai kompensasinya, Bursa akan menerapkan fraksi harga baru yang lebih wajar untuk saham-saham recehan, yang saat ini mentok di Rp50. (Baca juga: Saham Gocap Sedikit, Bursa Batal Buat Papan Khusus Saham Recehan)
Dampaknya, saham-saham yang kini seharga gocap, masih bisa turun lebih dalam dan memberikan risiko lebih besar kepada para trader di bursa bila ternyata kinerja perusahaannya memang sangat buruk. Saham-saham berisiko ini juga termasuk yang terafiliasi dengan Grup Bakrie.
Berdasarkan data Bursa, setidaknya ada delapan saham Grup Bakrie yang pernah menyentuh Rp50. Mereka adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), PT Energi Mega persada Tbk (ENRG), PT Dharma Henwa Tbk (DEWA), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) dan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY).
Meskipun sudah menyentuh level terbawah, beberapa di antaranya sempat bangkit dan ramai diperdagangkan. Bahkan, enam saham Grup Bakrie ini masuk ke jajaran paling aktif berdasarkan volume pada bulan Oktober 2016 dan mencakup 33 persen volume perdagangan di Bursa. (Baca juga: Saham BUMI Masuk 10 Besar Penggerak IHSG Oktober 2016)
Tabel: Volume Perdagangan 6 Saham Grup Bakrie Bulan Oktober
Sumber: Bursa Efek Indonesia, Bareksa.com
Di luar ramainya perdagangan saham-saham tersebut, kinerja keuangan emiten Grup Bakrie masih belum menjanjikan. Sebagian besar masih terlilit gulungan utang sehingga mengganggu kinerja keuangannya. Bahkan, beberapa emiten mencatatkan rugi bersih sehingga secara fundamental bisa memberatkan investornya.
Sebagai contohnya adalah saham BUMI, yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan. Terdorong isu restrukturisasi utang, yang rencananya sebagian akan dikonversi menjadi saham, BUMI melonjak lebih dari tiga kali lipat dalam waktu sebulan.
Padahal, bila dilihat secara fundamental, BUMI masih mencatat defisiensi modal akibat utangnya yang terlalu banyak. Bahkan, sepanjang Januari-Juni 2016, emiten batu bara ini masih mencatat rugi bersih Rp274 miliar. Namun, baru saja perseroan mengabarkan bahwa pengadilan PKPU telah mengesahkan pemungutan suara dan rencana restrukturisasi utang yang dilakukan pada 9 November lalu. Hal ini pun menjadi sentimen positif yang mendorong kenaikan saham BUMI.
Tabel: Ringkasan Keuangan Emiten Grup Bakrie
Sumber: Bursa Efek Indonesia, Bareksa.com
Saham lain dalam Grup Bakrie yang berfluktuasi tajam dan ramai diperdagangkan adalah BRMS. Saham anak usaha BUMI ini bergerak mengikuti induknya. Meskipun demikian, nilai utangnya tidak separah BUMI dan masih memiliki modal yang cukup. Akan tetapi, perusahaan tambang mineral ini masih mencatatkan rugi bersih Rp20 miliar per Maret 2016.
ENRG juga banyak diperjualbelikan di pasar pada bulan Oktober 2016. Padahal, perusahaan minyak dan gas ini terakhir menyampaikan laporan keuangan untuk periode Desember 2015 dan belum ada perkembangan finansial terbaru. Sepanjang 2015, ENRG mencatat rugi bersih Rp3,01 triliun. Selain itu, rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) mencapai 3,12 kali.
ELTY menjadi salah satu saham grup Bakrie yang masih membukukan laba bersih Rp71 miliar sepanjang semester pertama tahun ini. Neraca perusahaan properti ini secara sekilas terlihat baik karena perseroan baru saja menjual sejumlah aset untuk melunasi utang yang besar. Terakhir, ELTY berhasil menawarkan saham perdana anak usahanya PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE) pada tengah tahun ini.
Kembali lagi ke wacana Bursa untuk menghapus batas minimum harga saham di pasar reguler, para pelaku pasar harus lebih berhati-hati karena risiko saham recehan untuk turun semakin besar. Apalagi dengan melihat fundamentalnya yang masih belum meyakinkan.