Bareksa.com - Di Indonesia, sekarang sistem bisnis e-commerce sedang berkembang pesat. Kehadirannya sangat menjanjikan. Itu bisa dilihat dari semakin menjamurnya situs jual beli online. Apalagi, sejak ada penetrasi dari smartphone yang semakin memudahkan para penggunanya untuk berbelanja online.
Menurut perusahaan konsultan Mckinsey & Co, pasar e-commerce di Indonesia berpotensi menjadi yang terbesar di dunia. Saat ini, Indonesia berada di posisi keenam sebagai negara dengan pasar terbesar di dunia dengan transkasi pasar e-commerce mencapai US$2 miliar.
Untuk mendukung perkembangan pasar e-commerce. Pemerintah tengah menyelesaikan proyek Palapa Ring yang dapat meningkatkan penggunaan internet. Proyek pembangunan serat optik yang menjangkau wilayah barat, tengah dan timur Indonesia tersebut diperkirakan juga akan meningkatkan industri ritel online sebesar 5 persen pada 2020 mendatang.
Mckinsey mempekirakan, ada sekitar 90 juta orang Indonesia bakal masuk ke kategori orang yang berperilaku konsumtif pada 2030. Pada 2030 nanti, diperkirakan sekitar 71 persen penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Dengan demikan, nantinya peluang bisnis online akan menjadi terbuka lebar.
Negara Digital Ekonomi
Berbicara mengenai industri ini memang tidak semata membicarakan jual beli barang dan jasa via internet, tetapi ada industri lain yang terhubung di dalamnya. Contohnya adalah penyediaan jasa layanan antar atau logistik, provider telekomunikasi, produsen perangkat pintar, dan lain-lain. Hal inilah yang membuat industri e-commerce harus dikawal agar mampu mendorong laju perekonomian nasional.
Pemerintah Indonesia ingin menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Selain adanya E-commerce Roadmap, pemerintah menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis US$ 10 miliar.
Kondisinya saat ini banyak pelaku bisnis e-commerce pemula baik yang berdagangan secara online maupun mendirikan perusahaan start-up digital dengan ide-ide segar dan inovatif yang kurang memiliki akses atau pendanaan untuk mengembangkan bisnisnya. Untuk itu, pemerintah akan mendorong tumbuhnya technopreneurs baru. Baik dengan menggandeng mentor-mentor technopreneurs terkemuka, data center, technopark, serta memberikan pendanaan. Sedangkan bagi pelaku bisnis UKM diharapkan mampu naik tingkat menjadi pelaku usaha besar, bahkan menggurita hingga internasional.
Selain stimulus yang diberikan pemerintah kepada para pelaku bisnis e-commerce mulai dari level pemula, UKM, hingga established business, diperlukan juga dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, pihak swasta, media, maupun organisasi nirlaba untuk mendorong e-commerce menjadi sebuah gerakan nasional/kampanye.
Indonesia harus belajar dari Tiongkok yang sudah meluncurkan Five Year Plan for the Development of e-Commerce pada tahun 2011. Dalam waktu tiga tahun, volume transaksi bisnis e-commerce Tiongkok sudah mencapai 10,1 persen dari total penjualan ritel dengan angka mencapai US$ 426 miliar.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan teknologi informasi dan komunikasi harus memberikan dampak dan nilai tambah bagi pemberdayaan ekonomi negara dan rakyat.
“Apabila teknologi dalam hal internet, penyiaran atau telekomunikasi harus berdampak pada memberdayakan ekonomi rakyat," tuturnya.
Oleh karena itu, Menteri Rudiantara selalu berupaya mendorong stakeholders di bidang komunikasi dan informatika untuk selalu dapat bekerjasama mendorong pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pada tahun 2020, revolusi bisnis online Indonesia diprediksi akan mendongkrak Pendapatan Domestik Bruto sebesar 22 persen. Melihat perkembangan e-commerce di Tiongkok, maka kemungkinan hal yang sama dapat terjadi di Indonesia begitu besar karena Indonesia dan Tiongkok memiliki karakter yang sama. (AD)