KSEI Belum Terima Laporan Crossing BCA Rp177 Triliun

Bareksa • 15 Nov 2016

an image
Direktur KSEI Friderica Widyasari Dewi (kiri), Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan (tengah) dan Direktur KPEI Indriani Darmawati (kanan) memberikan keterangan pers terkait penyelenggaraan Festival Pasar Modal Syariah 2016 di BEI, Jakarta, Senin (28/3).ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pd/16.

“Orang bilang itu sebagai tax amnesty, tapi itu belum dilaporkan sebagai tax amnesty,” katanya.

Bareksa.com - Pihak Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) belum menerima laporan terkait dengan transaksi dengan jumlah signifikan yang terjadi pada akhir pekan lalu. Meskipun demikian, transaksi tutup sendiri (crossing) terhadap saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp177 triliun disinyalir merupakan akibat dari deklarasi harta dalam rangka amnesti pajak (tax amnesty).

Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Friderica Widyasari Dewi, menilai bahwa ada kemungkinan transaksi yang terjadi pada 11 November 2016 itu adalah bagian dari deklarasi harta. Namun, pihaknya belum menerima laporan dari transaksi tersebut.

“Orang bilang itu sebagai tax amnesty, tapi itu belum dilaporkan sebagai tax amnesty,” katanya ditemui di Jakarta, Selasa 15 November 2016.

Meskipun demikian, wanita yang kerap disapa Kiki ini mengatakan para peserta tax amnesty bisa saja menggunakan dana mereka di bursa saham tanpa harus mendaftar. Contohnya, pada transaksi crossing BBCA tersebut.

Menurut pantauan Bareksa, dalam transaksi itu, BCA Securities (SQ) adalah broker yang tercatat melakukan pembelian sekaligus penjualan terbesar di pasar negosiasi. Saham BBCA dibeli sekaligus dijual oleh investor lokal ini pada harga rata-rata Rp15.224 per saham – premium jika dibandingkan harga saham hari ini. Melalui broker yang sama, sebanyak 116,3 juta lot saham BBCA senilai Rp177 triliun berpindah tangan. (Baca juga: Ada Crossing Saham BCA di Pasar Nego Rp177 Triliun, Siapa Pelakunya?)

Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, menyebutkan crossing Rp177 triliun itu adalah transaksi yang berasal dari dana tax amnesty, meski belum menerima laporannya.

Kiki melanjutkan, KSEI sudah memberikan surat edaran. Namun KSEI tidak bisa memaksakan kapan terakhir kali para pemilik dana harus membuat rekening khusus. Alasannya, walaupun periode tax amnesty sudah mulai sejak Juli 2016, peraturan turunannya baru lengkap menjelang akhir periode pertama.

Menurutnya, yang harus melaporkan rekening untuk tax amnesty ini sendiri adalah pihak broker.  KSEI sendiri menurutnya masih memberikan imbauan kepada para broker untuk segera melaporkan ke KSEI.

“Yang berkewajiban lapor adalah sekuritas atau manajer investasi. Nasabah kan nanti yang lapor ke mereka, mau invest ke mana, kemudian MI atau sekuritas yang lapor ke kita. Kalau mereka mau dapat diskon ya mereka harus declare kalau itu tax amnesty,” katanya.

Akibatnya, KSEI mencatat bahwa nilai transaksi yang terdaftar sebagai deklarasi dalam rangka tax amnesty di bursa belum menunjukkan pertumbuhan signifikan meski sudah memasuki tahap kedua. Saat ini, jumlahnya baru sekitar Rp100 miliar.

“Kalau yang terdaftar di kita saat ini nilainya baru Rp100 miliar,” katanya.

Ia melanjutkan masih banyak dana dari tax amnesty yang belum dilaporkan kepada KSEI. Secara jumlah, menurutnya rekening yang berasal dari tax amnesty masih kurang dari 100 rekening.

“Dari saham yang ada atas nama RSPTA dan RDNPTA itu sudah Rp 100 miliar lebih. Sekarang mekanismenya simple untuk RSPTA dan RDNPTA itu, semua sama. Mekanisme pembuatan dana nasabah juga sama,” ujarnya. (hm)