Bareksa.com – PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengukuhkan diri sebagai bank dengan pertumbuhan laba yang stabil di sepanjang tahun ini. Yang terbaru, BCA mencatatkan laba Rp15,1 triliun hingga akhir September atau naik 13,2 persen dari Rp13,4 triliun pada periode sama tahun lalu.
Tren laba triwulanan BCA pun terus meningkat. Mulai dari catatan Rp4,5 triliun pada triwulan pertama, lalu Rp5,1 pada triwulan kedua, dan puncaknya Rp5,5 triliun pada triwulan ketiga. Catatan terakhir bahkan melebihi laba triwulanan BCA kuartal empat tahun 2015 yang hanya mencapai Rp4,6 triliun.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja pun menegaskan, pihaknya akan membagikan dividen interim dalam waktu dekat. Sayang, Jahja masih enggan menyebut besaran nilai maupun waktu pembagian dividen interim tersebut.
Sekadar informasi, tahun lalu BCA membagikan dividen interim yang diumumkan pada 9 November 2015. Saat itu, nilai dividen interim BCA sebesar Rp55 per saham atas pencapaian laba dalam sembilan bulan Rp13,4 triliun.
Jahja juga enggan memproyeksikan catatan laba pada triwulan akhir tahun ini. “Secara etika, kami tak bisa menyampaikan proyeksi laba,” ujar Jahja, Rabu, 26 Oktober 2016.
Yang jelas, Jahja menyampaikan, pencapaian laba BCA hingga akhir September dikontribusikan pendapatan bunga yang tumbuh 14 persen menjadi Rp29,9 triliun dari periode sama tahun lalu Rp26,3 triliun. Tak hanya itu, BCA juga mendapat sumbangan pendapatan non bunga sebesar Rp9,7 triliun atau naik 19 persen dari Rp8,2 triliun.
Tabel: Ringkasan Laporan Keuangan BCA hingga September 2016
Sumber: Bahan presentasi perseroan
Kinerja keuangan BCA tak sejalan dengan pertumbuhan kreditnya. Hingga September, kredit BCA hanya naik 5,8 persen dari Rp364,8 triliun menjadi Rp386,1 triliun. Kredit ini berasal dari kredit komersial dan UKM Rp146,5 triliun, kredit korporasi Rp133,3 triliun, dan kredit konsumer Rp106,4 triliun.
“Kredit kami tidak tumbuh tinggi karena khususnya permintaan dari segmen komersial dan UKM mulai melemah. Artinya, ada kondisi daya beli yang rendah,” kata Jahja. Pada periode ini, kredit komersial dan UKM tumbuh paling mini atau berkisar 4,4 persen, sementara kredit korporasi tumbuh 8,6 persen, dan kredit konsumer naik 8,1 persen.
Begitu juga dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang hanya naik 6,7 persen. Untungnya, rasio dana murah BCA tetap tinggi dengan porsi 78,2 persen terhadap DPK. Pada periode ini, tabungan tumbuh 8,4 persen dan giro naik 10 persen, sementara deposito tumbuh stagnan.
Di sisi lain, BCA membentuk tambahan biaya pencadangan sebesar Rp3,1 triliun di sepanjang sembilan bulan tahun ini. Hal ini terkait dengan peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) menjadi 1,5 persen dari periode sama tahun lalu 0,7 persen. Atas biaya pencadangan itu, maka rasio cadangan terhadap kredit bermasalah mencapai 201 persen.
Sementara itu, BCA tetap mempertahankan rasio likuiditas dan permodalan yang kuat, terutama dari sisi LFR (loan to funding/rasio kredit terhadap pendanaan) yang mencapai 77,3 persen dari rasio kecukupan modal (CAR) 21,5 persen. (hm)