Berita / / Artikel

Harga Saham Emiten Produsen Baja Naik 2-3 Kali Lipat, Apa Faktor Pendorongnya?

• 03 Sep 2016

an image
Direktur Produksi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Hilman Hasyim (kiri) berbincang dengan staf saat meninjau pembangunan unit baru pabrik baja dengan memakai teknologi Blast Furnace di Cilegon, Banten, Selasa (22/3). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

BAJA dan GDST dapat membukukan laba bersih sepanjang semester pertama 2016

Bareksa.com – Hingga penutupan perdagangan hari ini Jumat 2 September 2016, harga saham produsen baja kembali melonjak signifikan. Dua dari tiga emiten baja ini membukukan kinerja cemerlang sepanjang enam bulan pertama 2016.

Pada hari ini, saham PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA) ditutup naik 15 persen menjadi Rp322 dari sebelumnya Rp280, sedangkan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) naik 21,5 persen menjadi Rp152 dari sebelumnya Rp125. Adapun saham produsen baja terbesar di Indonesia PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) turun tipis 0,6 persen menjadi Rp895 dari sebelumnya Rp900.

Meskipun demikian, jika ditarik sejak awal tahun (year to date/YTD) ketiga saham ini telah naik lebih dari 2-3 kali lipat.

Grafik: Pergerakan Harga Saham Emiten Produsen Baja Secara Year to Date

Sumber: Bareksa.com

Saham BAJA memimpin dengan peningkatan sebesar 280 persen, sementara harga saham KRAS naik 205 persen dan harga saham GDST Naik 179 persen.

Jika dilihat pada grafik, kenaikan harga saham emiten baja ini paling signifikan terjadi pada bulan Juli-Agustus. Hal tersebut seiring dengan keluarnya sentimen positif dari Pemerintah Vietnam yang mengumumkan keputusan akhir penyelidikan keamanan (safeguard) atas produk impor baja berupa certain semi-finished and finished products of alloy and non-alloy steel.

Keputusan ini ditetapkan 28 Juli 2016 lalu. Pemerintah Vietnam telah mengecualikan Indonesia dari pengenaan bea masuk safeguard sebesar 23,3 persen. Beleid ini diberlakukan secara bertahap selama empat tahun, terhitung sejak 22 Maret 2016 hingga 22 Maret 2020.

Pengecualian terhadap pengenaan safeguard ini akan membuka kesempatan bagi eksportir baja Indonesia untuk mengisi dan merebut pasar ekspor produk yang merupakan hasil dari pengolahan pabrik di Indonesia tersebut.

Adapun kinerja dari ketiga perusahaan tersebut pada semester I-2016 cukup cemerlang.

BAJA berhasil membukukan laba sebesar Rp18,4 miliar pada paruh pertama tahun ini, padahal periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan ini masih membukukan kerugian sebesar Rp20 miliar. Melonjaknya keuntungan BAJA ditopang keuntungan kurs mata uang asing senilai Rp21 miliar dari sebelumnya rugi hingga Rp34 miliar.

Grafik: Pergerakan Laba Emiten Produsen Baja Semester I 2015-2016

Sumber: Bareksa.com

GDST menjadi perusahaan baja yang mengantongi keuntungan paling besar, tercatat perusahaan ini membukukan laba sebesar Rp31 miliar dari sebelumnya rugi Rp51 miliar. Kenaikan tersebut terdorong beban pabrikasi yang menjadi lebih kecil 31 persen menjadi Rp269 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar  Rp391 miliar.

Sementara itu, KRAS yang merupakan produsen baja milik negara masih mengalami rugi sebesar Rp87 miliar. Angka tersebut membaik dari kerugian tahun sebelumnya sebesar Rp134 miliar. (hm)

Tags: