Laba Q2 Tumbuh 79,9%, Mengapa Saham BBNI Malah Terkoreksi?

Bareksa • 25 Jul 2016

an image
Seorang karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan pergerakan saham saat perayaan 19 tahun pencatatan saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) di BEI, Jakarta, Rabu (25/11). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Range pergerakan saham BBNI (support-resistance) akan berada pada Rp5.000 - Rp5.675

Bareksa.com - Harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) melanjutkan penurunan untuk dua hari berturut-turut, setelah perseroan melaporkan kinerja laba kuartalan yang naik pada akhir pekan lalu. Sejumlah analis menilai bahwa kinerja keuangan bank milik pemerintah itu belum sesuai ekspektasi dan kualitas kreditnya bertambah buruk.

Pada jeda siang perdagangan hari Senin 25 Juli 2016, harga saham BBNI turun 1,89 persen atau 100 poin ke Rp5.200. Penurunan ini melanjutkan koreksi 4,93 persen pada Jumat 22 Juli 2016 lalu, bertepatan dengan rilis resmi hasil kinerja selama enam bulan pertama tahun ini. 

Analis Teknikal-Riset Ritel Mandiri Sekuritas Hadiyansyah menjelaskan, tren pergerakan BBNI sedang bullish (naik). "Tetapi dalam jangka pendek akan terkoreksi dulu dengan range pergerakan saham (support-resistance) akan berada pada  Rp5.000 - Rp5.675," katanya.

Sebagai gambaran, laba BNI naik 79,9 persen menjadi Rp4,37 triliun untuk periode Januari-Juni 2016 dibandingkan kinerja periode sama tahun lalu. Kenaikan laba tersebut didorong pendapatan bunga bersih naik 11,7 persen dari Rp12,45 triliun menjadi Rp13,91 triliun dan pertumbuhan pendapatan non-bunga 28,7 persen dari Rp3,44 triliun menjadi Rp4,43 triliun.

Riset Mandiri Sekuritas yang sudah dibagikan kepada nasabah menilai bahwa kinerja laba BNI di bawah ekspektasi, hanya 40 persen dari perkiraan konsensus untuk tahun penuh 2016. Selain itu, rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) BNI naik menjadi 3,0 persen, akibat kualitas kredit salah satu nasabahnya, yakni PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO), turun statusnya menjadi tidak lancar. Akibatnya, nilai provisi atau pencadangan untuk kredit macet mencapai Rp3,4 triliun pada kuartal kedua ini saja.

Meskipun demikian, BNI mencatat ada pertumbuhan besar dari sisi business banking, terutama nasabah korporasi untuk proyek infrastruktur. Pertumbuhan kredit infrastruktur naik 24 persen year on year dan memberikan kontribusi 22 persen bagi total kredit BNI. Riset Mandiri Sekuritas masih tetap merekomendasi untuk membeli saham BBNI dengan target harga Rp6.000. 

Pada saat yang sama, Riset CIMB menilai bahwa pertumbuhan kredit BNI masih kuat dan tingkat pencadangan mulai beranjak normal karena manajemen BNI menilai tingkat NPL tertinggi berada di kuartal kedua tersebut. Selain itu, sentimen tax amnesty dan pemulihan ekonomi menegaskan CIMB untuk memberikan rekomendasi "Tambah" bagi saham BBNI.

"Risiko utama dalah pemulihan ekonomi yang lebih lemah dibandingkan dengan perkiraan pada semester kedua 2016, yang dapat memberikan dampak buruk terhadap kualitas asetnya," tulis riset tersebut.

Sementara itu, Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan pertumbuhan pendapatan bunga bersih berkat realisasi penyaluran kredit BNI hingga akhir Juni 2016 yang tumbuh moderat sebesar 23,7 persen dari Rp288,72 triliun menjadi Rp357,22 triliun.

"Kinerja penyaluran kredit BNI menunjukkan kualitas fungsi intermediasi perseroan yang semakin meningkat karena ditengah kecenderungan menurunnya suku bunga, BNI tetap dapat mendorong kredit sekaligus mencetak net interest margin (NIM) di atas 6 persen," terang Baiquni.

Hal ini didorong oleh kemampuan BNI dalam menurunkan cost of fund dari 3,2 persen pada Juni 2015 menjadi 3,1 persen pada Juni 2016. Cost of fund tetap mengalami perbaikan karena penurunan suku bunga dana deposito pada umumnya sepanjang semester I tahun 2016.