Bareksa.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara teknis sedang membahas penurunan harga gas hulu hingga US$2 per MMBTU. Hal ini akan dirangkum dalam Peraturan Menteri yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden No. 40/2016.
Perpres yang dirilis pada 3 Mei 2016 lalu ini mengatur penetapan harga untuk industri pengguna gas bumi yang bergerak di bidang pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet. Jika harga gas tidak dapat memenuhi keekonomian industri atau harga gas melebihi US$6 per MMBTU maka Menteri ESDM dapat menetapkan harga gas bumi tertentu bagi 7 industri itu. Artinya harga gas akan ditekan hingga di bawah US$6 per MMBTU.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengatakan Peraturan Menteri itu nantinya akan mengatur penurunan harga gas sebesar US$0-2 per MMBTU. "Peraturan tersebut saat ini sedang dalam proses administrasi untuk diundang-undangkan. Akan segera keluar dalam waktu dekat," ujarnya kepada Bareksa.
Variasi penurunan harga gas akan tergantung jenis kontraknya. Meskipun demikian, Wiratmaja enggan menjelaskan bagaimana skema penurunan gas itu lebih lanjut. Namun, diberitakan sebelumnya bahwa penurunan harga gas di sisi hulu ini akan mengurangi setoran bagian pemerintah tanpa memangkas bagian kontraktor migas.
Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik (Inaplas), Budi Susanto Sadiman, mengatakan penggunaan gas memiliki dua fungsi vital bagi industri, yaitu sebagai bahan baku produksi sekaligus bahan bakar. Harga gas yang begitu mahal selama ini membuat daya saing industri Indonesia kedodoran saat berhadapan dengan produk-produk luar negeri yang bisa mengakses gas dengan harga jauh lebih murah. Salah satu contoh industri pengguna gas sebagai bahan bakar terbesar adalah industri keramik, di mana sekitar 40 persen biaya datang dari energi. (Baca juga: Harga Gas Indonesia Selangit, Realisasi Perpres Jokowi Ditunggu Industri)
"Di Malaysia harga gas bisa sekitar US$4 per MMBTU, tetapi di Indonesia antara US$9-11. Kita tidak akan bisa bersaing meski harga gas turun ke US$6 per MMBTU. Akan tetapi, penurunan ini pasti tetap akan sangat berdampak positif bagi industri," kata Budi kepada Bareksa.
Pada saat yang sama Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), perusahaan pupuk terbesar nasional yang juga dikendalikan oleh negara, mencatat bahwa bahan baku menghabiskan sekitar 70 persen dari total biaya produksi. Gas bumi adalah bahan baku utama untuk memproduksi pupuk urea, sementara bahan kimia lain seperti kalium dan fosfat digunakan untuk membuat pupuk majemuk seperti NPK, ZA dan SP-36.
Pemangkasan harga gas bagi industri pupuk juga akan menurunkan beban subsidi pemerintah. Selama ini, pemerintah memberikan subsidi pupuk bagi petani dengan skema total biaya produksi ditambah marjin 10 persen bagi Pupuk Indonesia. (Baca juga: Harga Gas Turun, Beban Dana Subsidi Pupuk Bisa Berkurang) (np)