Bareksa.com - Harga gas bumi yang begitu tinggi di Indonesia tak pelak membuat industri di dalam negeri menjadi tidak efisien, terutama bagi yang menggunakannya sebagai bahan baku, bukan sekadar bahan bakar. Salah satu industri yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku adalah pabrik pupuk dan petrokimia.
Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), perusahaan pupuk terbesar nasional yang juga dikendalikan oleh negara, mencatat bahwa bahan baku menghabiskan sekitar 70 persen dari total biaya produksi. Gas bumi adalah bahan baku utama untuk memproduksi pupuk urea, sementara bahan kimia lain seperti kalium dan fosfat digunakan untuk membuat pupuk majemuk seperti NPK, ZA dan SP-36.
Grafik: Komposisi Biaya Produksi Pupuk Indonesia
Sumber: Laporan Keuangan Pupuk Indonesia
PIHC memiliki 15 pabrik yang beroperasi di wilayah Indonesia dan membutuhkan pasokan tidak sedikit, yaitu sekitar 860 MMSCFD (million standard cubic feet per day). Sementara itu, rata-rata harga gas bumi yang dibeli oleh PIHC sekitar US$6-7 per MMBTU (million British thermal unit). Maka, hitungan kasarnya dibutuhkan US$2,2 miliar per tahun. Pada tahun 2014, Pupuk Indonesia harus mengeluarkan Rp26 triliun untuk bahan baku ini.
Efisiensi proses produksi pupuk sangat krusial karena berdampak pada harga jual pupuk kepada petani yang saat ini masih disubsidi oleh pemerintah. Maka, semakin tinggi harga pupuk, semakin besar dana subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.
Pada tahun 2014, dana subsidi pemerintah yang dikucurkan kepada Pupuk Indonesia mencapai Rp23 triliun untuk menutup biaya produksi pupuk urea. Angka ini bertambah 3,3 persen dari tahun sebelumnya, yaitu Rp22,3 triliun.
Kepala Corporate Communication Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengatakan pemerintah memberikan subsidi pupuk bagi petani dengan skema total biaya produksi ditambah marjin 10 persen bagi Pupuk Indonesia. "Kalau harga gas mau diturunkan, kami sangat berterima kasih. Akhirnya aspirasi kami didengar karena gas adalah bahan baku dan bukan hanya bahan bakar. Bahan baku ini mencakup hingga 70 persen biaya produksi," Wijaya menekankan.
Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi pada 3 Mei 2016 lalu. Melalui aturan ini, pemerintah berniat menurunkan harga gas bumi yang tidak dapat memenuhi keekonomian industri dan apabila harga gas bumi lebih tinggi dari US$6 per MMBTU.
Saat ini, pelaku industri masih menantikan terbitnya Peraturan Menteri ESDM tentang harga gas yang dikabarkan akan segera dirilis. Ada delapan industri utama yang akan menikmati kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri nasional ini. Industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet merupakan sektor-sektor yang akan terdorong efisiensinya akibat kebijakan ini. (kd)