Stok CPO di Titik Terendah, Sentimen Positif Berembus ke Emiten Perkebunan?

Bareksa • 21 Jun 2016

an image
Pekerja mendapat arahan pengumpulan buah tanaman kelapa sawit yang akan dibawa ke pabrik untuk diolah menjadi CPO (crude palm oil) di kebun PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Jumat (18/4) (ANTARA FOTO/Audy Alwi)

BWPT sejak awal tahun melonjak 60 persen, meski kinerja keuangannya belum pulih.

Bareksa.com – Tahun ini emiten perkebunan diperkirakan memiliki prospek lebih baik dibandingkan tahun lalu, seiring dengan membaiknya harga rata-rata minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO). Berdasarkan harga kontrak futures CPO yang diperdagangkan di bursa Malaysia, harga CPO paling tidak telah naik 7 persen year-on-year menjadi $645/meter ton.

Semenjak memasuki tahun 2016, tren harga CPO memang cenderung naik dan menyentuh titik tertingginya di bulan April 2016 pada $680/meter ton. Sementara per Mei 2016, harga CPO rata-rata turun meski lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Naiknya harga CPO ini tidak terlepas dari fenomena El Nino. Menurut data terakhir, El Nino menyebabkan persediaan CPO bulan Mei 2016 mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir. Maybank Kim Eng Securities dalam laporan risetnya yang telah dibagikan kepada nasabah pada 13 Juni 2016 lalu, bahkan memperkirakan harga CPO akan menyentuh level tertingginya pada bulan Juni-Juli 2016. 

 Grafik: Pergerakan Harga CPO

Sumber: Indexmundi

Meningkatnya harga CPO memicu empat dari lima saham perkebunan, yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Salim Ivomas Pratama (SIMP), PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), PT  Sampoerna Agro Tbk (SGRO)  dan PT London Sumatera Plantations Tbk (LSIP), membukukan return positif. 

Grafik: Pergerakan Saham Emiten Perkebunan

Sumber: Bareksa.com   

Menilik kinerja saham emiten perkebunan, sejak awal tahun 2016, harga saham BWPT telah melonjak 59,42 persen year-to-date. Kenaikan ini terkait tarik ulur akuisisi dengan Felda. Di posisi kedua tercatat SIMP meningkat 35,54 persen. Kinerja keuangan grup milik Salim ini per kuartal pertama 2016 memang tercatat lebih baik. Pertumbuhan laba bersih sebesar 44,9 persen mendorong kenaikan harga saham SIMP.

Tabel: Fundamental Emiten Perkebunan

Sumber: Bareksa

Sementara itu, emiten perkebunan dengan kapitalisasi pasar terbesar, AALI, malah menjadi satu-satunya emiten yang membukukan kinerja saham negatif. Meski demikian, Mandiri Sekuritas dalam laporan risetnya merekomendasikan 'beli' AALI dengan target harga Rp18.000. Hal ini dipicu anjloknya persediaan akibat El Nino dan tren positif harga kedelai. (kd)