Bareksa.com - Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memasukkan 10 Rancangan Undang-Undang untuk masuk kedalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2016, dua diantaranya terdapat RUU tentang perubahan kedua atas UU Bank Indonesia dan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Apa yang ingin dirubah dalam dua UU ini?
Menurut penelusuran Bareksa, RUU OJK dan BI ini berasal dari usulan Komisi XI. Perubahan UU yang sudah ada ini merupakan hak inisiasi dari DPR RI. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Soebagyo. Menurutnya Komisi XI mempunyai dua alokasi RUU untuk diselesaikan pada tahun ini.
"Sebelumnya komisi XI itu ada dua alokasi UU, pertama adalah RUU Bank Indonesia dan satu lagi RUU Perbankan. Jadi ini menggunakan slotnya masing-masing yang merupakan kewenangan komisi yang bersangkutan. Baleg hanya mengikuti prosedur masing-masing komisi," ujarnya kepada Bareksa.
Sebetulnya DPR berencana mengajukan RUU BI tahun lalu tetapi kala itu DPR lebih memprioritaskan RUU Perbankan. Sayangnya, RUU perbankan ternyata tidak siap untuk dibahas. Oleh karena itu, komisi XI mengajukan RUU BI dan juga RUU OJK untuk maju dalam prolegnas 2016.
Selain itu, kedua UU ini juga semakin menjadi prioritas setelah DPR mengesahkan UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) pada tanggal 17 Maret 2016.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan mengatakan UU OJK dan BI nantinya harus selaras dengan UU PPKSK. Kedua lembaga ini mempunyai tugas dan keterbatasan masing-masing dalam UU PPKSK.
"Seperti pembagian ekonomi makro dan ekonomi mikro. Ekonomi makro ada di BI dan mikronya ada di OJK, nah ini kan harus dipertegas. Di UU mereka yang sekarang tidak ada," katanya kepada Bareksa.com.
Heri melihat ada juga ketersinggungan yang harus dibereskan di kedua lembaga tersebut agar tidak tumpang tindih. Menurutnya kewenangan BI banyak yang diambil oleh OJK dan harus dipecah melalui UU.
Ia mencontohkan, saat ini pengawasan perbankan dilakukan oleh OJK, namun data perbankan dimiliki oleh BI. Hal ini menyebabkan OJK tidak bisa mengakses data tersebut.
"Apa OJK harus membuat data baru? Tidak kan. Untuk itulah harus dibuatkan UU agar masing-masing UU match dengan UU yang lain," katanya.
Masalah data tersebut menurutnya merupakan contoh kecil yang akan diatur dalam kedua perubahan UU tersebut. Namun pembahasannya masih akan menunggu beresnya permasalahan RUU Tax Amnesty dan juga RUU Ketentuan Umum Perpajakan.
Heri menambahkan pihaknya masih memprioritaskan pengesahan RUU Tax Amnesty dan RUU Ketentuan Umum Perpajakan. Setelah kedua UU ini selesai barulah komisi XI akan membahas RUU BI dan OJK. (np)