Bareksa.com – Memasuki bulan Mei 2016, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika kembali melemah. Angka ini bahkan menembus rata-rata pelemahan dalam tiga bulan terakhir. Apa penyebabnya? Analis Bareksa mencoba menelusuri pelemahan ini.
Berdasar data nilai kurs Bank Indonesia, sejak awal Mei, rupiah telah melemah 3,1 persen ke level Rp13.607 per dolar Amerika, lebih rendah dari rata-rata tiga bulan terakhir di level Rp13.500 per dolar Amerika.
Grafik: Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika
Sumber:Bareksa.com
Faktor Eksternal
Dolar Amerika memang kembali perkasa di bulan Mei ini dipicu kemungkinan Bank Sentral Amerika, The Fed kembali menaikan suku bunganya. Hal ini tercermin dari pergerakan indeks dolar terhadap enam mata uang utama dunia, yaitu Euro, Yen, Poundsterling, Dollar Kanada, Krona Swedia dan Swiss Franc.
Angka indeks dolar (DXY) kembali naik ke level 95,15 dibandingkan awal bulan yang berada di posisi 93.08 yang menunjukan pergerakan dolar menguat terhadap mata uang dunia.
Grafik: Pergerakan Dollar Index
Sumber: Bloomberg
Beberapa anggota The Fed mengindikasikan akan ada pengetatan kebijakan moneter selanjutnya. Seperti dilansir Bloomberg, anggota The Fed dari Boston, Eric Rosengreen mengatakan bank sentral AS harus siap menormalisasikan suku bunga secara bertahap apabila data perekonomian AS mendukung. Demikian pula dengan anggota The Fed lain dari Kansas, Esther George yang menyebutkan tingkat suku bunga The Fed saat ini cukup rendah.
Selain itu, risalah pertemuan The Fed bulan April yang dirilis menunjukan bahwa sebagian besar anggota setuju, jika data perekonomian mendukung, pasar tenaga kerja menguat dan inflasi menuju target dua persen, maka pada pertemuan FOMC di bulan Juni kemungkinan Fed Rate akan naik. The Fed terakhir kali menaikkan suku bunganya pada Desember 2015 lalu.
Data yang mendukung keyakinan perekonomian AS terus membaik diantaranya inflasi dan jumlah klaim penganguran yang mencerminkan pasar tenaga kerja. Tercatat inflasi AS di bulan April menunjukkan angka 1,1 persen (mendekati target 2 persen) dibandingkan bulan sebelumnya 0,9 persen sementara klaim pengangguran juga relatif stabil di 2.161 juta.
Faktor Domestik
Dari domestik, data pertumbuhan ekonomi kuartal pertama Indonesia yang di bawah ekspektasi menjadi sentimen negatif bagi pasar. Selain itu, pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur (RDG) minggu lalu, BI mengumumkan suku bunga tetap (dovish) di tengah ancaman kenaikan The Fed -- kedua bank sentral tersebut cenderung berlawanan.
Akibat beredarnya sentimen negatif di pasar, total dana asing yang keluar dari pasar saham dan obligasi negara selama bulan Mei mencapai Rp6,1 triliun, di mana dana asing di pasar saham yang keluar dari bursa domestik sebesar Rp4,25 triliun sedangkan dari surat berharga negara mencapai Rp1,8 triliun.
Sementara itu, Mandiri Sekuritas dalam laporan risetnya menyebutkan tertekannya Rupiah hanya sementara akibat proyeksi kenaikan Fed Rate. Malah pelemahan rupiah dapat dianggap sebagai 'berkah' karena akan mengurangi tekanan ketika Fed Rate akan benar-benar dinaikkan. Namun rupiah diproyeksi tahun ini kembali menguat ke level Rp13.400 per dolar Amerika dan di tahun 2017 ke Rp13.100.
Grafik: Arus Dana Asing Pada Saham dan Obligasi
Sumber: Bareksa