Bareksa.com - Bank Dunia, dalam laporannya yang dirilis Desember tahun lalu, mengingatkan bahwa ketimpangan di Indonesia semakin meluas dibandingkan negara-negara lain di Asia Timur. Meskipun ekonomi terus bertumbuh selama 15 tahun terakhir, manfaat pertumbuhan itu lebih dinikmati oleh 20 persen saja lapisan masyarakat yang paling kaya. Sisanya, lebih dari 205 juta orang, tertinggal di belakang.
Ketimpangan itu, bukan hanya terjadi menurut strata sosial, tapi juga menurut batas-batas daerah. Data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menunjukkan besarnya skala industri manufaktur di Pulau Jawa ternyata tak serta-merta membuat seluruh daerah di pulau ini lepas dari predikat daerah tertinggal. Enam dari 122 daerah tertinggal masih terdapat di wilayah ini. Ini akibat antara lain terabaikannya pembangunan daerah pesisir serta kurang terkaitnya pembangunan antar wilayah.
Sisanya, tersebar di luar Pulau Jawa. Bahkan, hampir 85 persen daerah tertinggal berada di Kawasan Timur Indonesia. Kabupaten-kabupaten yang namanya tak asing lagi di telinga kita--seperti Sorong, Merauke, bahkan Raja Ampat yang namanya kini mendunia sebagai kawasan wisata--ternyata juga masih terbenam di kategori daerah tertinggal.
Kebijakan untuk memajukan daerah-daerah tertinggal itu sebenarnya sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 78/2014. Namun, sayangnya, lama belum dapat diimplementasikan karena belum ada kejelasan mengenai kriteria daerah tertinggal. Karena itulah, maka Presiden Joko Widodo merilis Peraturan Presiden (Perpres) No. 131/2015 untuk menetapkan batasan mengenai daerah tertinggal.
Menurut Perpres itu, ada enam indikator untuk mengukur suatu daerah dapat digolongkan sebagai daerah tertinggal. Itu adalah: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah.
Berangkat dari kebijakan itu, Kemendes PDTT lalu merilis Rencana Strategis Pembangunan Daerah Tertinggal 2015-19. Isinya, Kementerian antara lain menargetkan 80 kabupaten sudah dapat dikeluarkan dari kategori daerah tertinggal dalam periode lima tahun ini. Sasaran itu akan dicapai melalui sejumlah program di wilayah-wilayah itu, yakni peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi hingga 7,35 persen, menurunkan persentase penduduk miskin terhadap total penduduk ke angka 12,5 persen, dan menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ke level 71,5.
Saat ini, berbagai parameter menunjukkan kondisi daerah tertinggal masih berada jauh di bawah rata-rata nasional. Populasi yang melek huruf di daerah tertinggal hanya 88 persen, ketinggalan dengan level nasional yang sudah mencapai 93 persen.
Ini akibat akses ke lembaga pendidikan sangat rendah. Rata-rata jarak pemukiman menuju Sekolah Dasar mencapai 13,5 km. Bisa dibayangkan ini seperti jarak dari daerah pinggiran Jakarta ke Bekasi, Jawa Barat. Buntutnya, rata-rata IPM di daerah tertinggal terpuruk di level 68.
Jumlah rata-rata ketersediaan dokter per kecamatan di daerah tertinggal saat ini sudah mencapai delapan orang, sudah mencapai dua pertiga dari angka rata-rata nasional yang 12 orang. Akan tetapi, masalahnya jarak tempat praktek dokter masih sangat jauh dan sulit untuk dijangkau, rata-rata 34 km. Begitu juga dengan Puskesmas yang mencapai 14 km.
Sementara itu, pendapatan per kapita daerah tertinggal hanyalah Rp5 juta per tahun; jauh tertinggal dari rata-rata nasional yang Rp10,6 juta per tahun. Hal ini karena persentase penduduk miskin mencapai 19,36 persen. Juga, perekonomian lokal kurang berkembang karena jarak pemukiman menuju pasar cukup jauh, rata-rata mencapai 25 km.
Grafik: Indikator Kemampuan Daerah Tertinggal Dibandingkan Nasional
Sumber: Kemendes PDTT
Tak ayal lagi, percepatan pembangunan infrastruktur menjadi sangat penting untuk mengentaskan daerah tertinggal. Sekretaris Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Razali, mengatakan kementeriannya telah menyiapkan dana hingga Rp961 miliar untuk keperluan ini. Fokus akan diarahkan pada pembangunan akses jalan desa di luar jalan nasional yang dibangun Kementerian PU. Selain itu, juga untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur terkait produksi pertanian, peternakan, maupun budidaya perikanan.
Selain itu, Kementerian juga menggelar sejumlah program percontohan untuk pengembangan ekonomi lokal. Tahun ini, ada dua daerah yang dijadikan percontohan pengembangan ekonomi lokal yakni pengembangan budidaya perikanan di Kabupaten Pandeglang, Banten; serta pembangunan sentra tanaman kakao di Parigi Moutong. Kementerian juga melakukan pilot project di Lebak, Sumba Timur; untuk pengembangan peternakan modern.
Adapun untuk meningkatkan IPM masyarakat, Kementerian antara lain menyediakan perpustakaan keliling di 50 kabupaten tertinggal. Juga, pada tahun lalu, 50 persen kabupaten tertinggal telah memperoleh bantuan fasilitas kesehatan dasar dan pemasaran sesuai standar pelayanan minimum. (AD | kd)