Gurita Bisnis Indonesia di Negara Komunis, Seberapa Besar?

Bareksa • 16 May 2016

an image
China's Premier Li Keqiang (R) shakes hands with Indonesia's President Joko Widodo (L) at the Great Hall of the People on March 27, 2015 in Beijing, China. REUTERS/Feng Li

Banyak yang menanamkan modal melalui perusahaan di British Virgin Island (BVI).

Bareksa.com - Komunisme tiba-tiba kembali jadi hantu di siang bolong. Aparat kepolisian, termasuk tentara, dalam beberapa minggu terakhir sibuk menyisir segala hal yang berlambang palu-arit, termasuk bahkan menyita buku akademik dan menahan sejumlah orang yang memilikinya.

Presiden Joko Widodo ikut angkat bicara mengenai hal ini. Ia menginstruksikan Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk menindak penyebaran paham komunis lewat pendekatan hukum. Namun, belakangan Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga mengingatkan, "Maka tidak bisa kemudian polisi dan juga termasuk aparat TNI itu over acting melakukan sweeping, nggak bisa. Ini negara demokrasi."

Terlepas dari benar tidaknya sedang ada wabah komunisme di Indonesia, yang jelas terjadi hubungan bisnis Indonesia dengan sejumlah negara-negara komunis, terutama China, makin meluas. Data Bareksa menunjukkan investasi warga Indonesia di negara-negara komunis cukup tinggi.

Setelah Perang Dingin usai dan Tembok Berlin runtuh, sekarang tinggal tersisa lima negara yang masih menganut komunisme. Mereka adalah China, Kuba, Korea Utara, dan dua tetangga kita di ASEAN, Vietnam dan Laos. Sebagian di antaranya sudah mengadopsi "komunisme tanggung" karena perekonomian mereka diputar dengan roda kapitalisme.

Di antara kelima negara komunis tersebut, China merupakan negara yang memiliki hubungan bisnis paling kuat dengan Indonesia. Negara yang sedang tumbuh menjadi adidaya ini sedang menjalin kerja sama dengan Indonesia di beberapa sektor strategis, salah satunya adalah investasi kereta cepat Jakarta-Bandung.

Lalu bagaimana dengan investasi pengusaha-pengusaha Indonesia di China?

Menurut data United nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), investasi dari Indonesia di China tidak terlalu banyak. Angkanya pun masih fluktuatif setiap tahunnya. Nilai Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia di China paling besar tercatat pada tahun 2008, yakni sebesar $167 juta atau hanya sekitar Rp2,22 triliun.

Grafik: FDI Indonesia di China (US$ Juta)

Sumber: UNCTAD

Angka itu tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Singapura, pada tahun 2001 saja sudah menanamkan modal hingga $2,14 miliar di Negeri Tirai Bambu. Angka terus melonjak menjadi $6,3 miliar pada tahun 2012. Investasi Malaysia juga cukup besar. Negeri jiran ini pernah mencatatkan FDI di China sebesar $429 juta di tahun 2009.

Kenapa investasi Indonesia tertinggal?

Ketua Indonesia Chamber of Commerce in China (INACHAM) di Shanghai, Liky Sutikno, kepada Bareksa mengingatkan jika menggunakan data resmi, nilai investasi Indonesia di Negeri Mao pastilah akan sangat kecil. "Perusahaan Indonesia yang ada di China itu dibagi dua. Satu, perusahaan Indonesia yang langsung berinvestasi di China, dan satu lagi perusahaan Indonesia yang berinvestasi melalui British Virgin Island," katanya.

Menurut Liky, nilai investasi pengusaha Indonesia dari BVI di China jauh lebih besar daripada yang melalui investasi langsung. Dia meyakini, jika dihitung secara benar, maka investasi Indonesia di China sesungguhnya lebih besar daripada investasi China di Indonesia. "Banyak yang sudah tidak investasi langsung agar pajaknya lebih efisien."

Liky mengatakan China menawarkan peluang bisnis yang bahkan jauh lebih besar daripada di Indonesia, khususnya di sektor properti, minyak goreng, CPO, kertas, dan bidang-bidang consumer goods lainnya. FDI China yang masuk ke Indonesia saat ini mayoritas dilakukan oleh negara dan BUMN mereka. Sektornya masih terbatas di infrastruktur. Lain halnya dengan FDI Indonesia di China, kebanyakan dilakukan oleh swasta dengan tujuan bisnis murni.

Grafik: FDI British Virgin Island di China (US$ Miliar)

Sumber: UNCTAD

Melihat data UNCTAD, investasi langsung melalui perusahahaan-perusahaan BVI di China memang sangat besar. Nilainya pada tahun 2007 mencapai $16,55 miliar. Angka ini bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan seluruh FDI negara-negara ASEAN di China.

Selain China, arus FDI dari Indonesia juga masuk ke dua negara komunis lain, yakni Korea Utara dan Vietnam. Namun, nilainya masih terbilang kecil. FDI Indonesia di Korea Utara hanya $6 juta di tahun 2011 dan turun menjadi $3 juta pada 2012. Sedangkan di Vietnam pada 2011 hanya $15 juta dan naik menjadi $30 juta di tahun 2012. (kd)