Impak Ekonomi Reklamasi: Dari Singapura, Belanda, sampai Dubai

Bareksa • 21 Apr 2016

an image
Foto udara kawasan pantai teluk Jakarta yang direklamasi Senin (18/4). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan ada indikasi awal proyek reklamasi Teluk Jakarta merusak lingkungan. ANTARAFOTO/Anis Efizudin/pras/16

Pasca reklamasi, sektor pariwisata Singapura berkontribusi 10% terhadap PDB, membuka 300.000 lapangan kerja.

Bareksa.com - Proyek reklamasi Jakarta akhirnya dihentikan sementara, menyusul polemik sengit pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus suap yang melibatkan pengembang dan petinggi DPRD DKI Jakarta. Rencana reklamasi semakin kisruh karena persoalan ini bercampur-baur dengan pertarungan politik menuju pemilihan Gubernur Jakarta pada awal 2017 mendatang.

Pertanyaannya: benarkah reklamasi selalu berdampak buruk dan harus diharamkan?

Fakta menunjukkan banyak negara gencar melakukan reklamasi dan telah meraup banyak manfaat dari pembuatan pulau-pulau baru di kawasan pantai mereka. 

Reklamasi besar-besaran pertama di dunia dilaksanakan pada 1970 ketika Belanda memperluas Port of Rotterdam. Laporan  International Association of Dredging Companies (IADC) menyebutkan proyek reklamasi ini telah meningkatkan kapasitas pelabuhan ternama ini hingga menjadi yang terbesar di Eropa pada saat itu. Dampak ekonominya besar: menyediakan lapangan pekerjaan baru dan memutar laju perekonomian tanpa menggangu kota yang sudah sangat padat.

Pelabuhan Rotterdam di atas lahan reklamasi (Foto: CreativeCommons)

Langkah itu kemudian diikuti Singapura. Bedanya, reklamasi yang mulai dijalankan Negeri Singa sejak 1975 ini dilakukan untuk membangun bandara berkapasitas besar. Saat ini, Changi Airport yang dibangun di atas lahan reklamasi tersebut, memiliki kapasitas total 66 juta penumpang per tahun, menjadi bandara terpadat ke-4 di kawasan Asia Pasifik dan menjadi pilar penting Singapura menjadi salah satu tujuan bisnis dan wisata utama dunia.

Sejak itu, Singapura terus mereklamasi pantai mereka, sampai sekarang. Tujuan utamanya, antara lain memperluas lahan dan mendirikan obyek-obyek wisata dunia untuk menarik lebih banyak turis asing. Marina Bay, misalnya, salah satu landmark Singapura yang dibangun di atas lahan reklamasi seluas 360 hektare. Lahan yang dikembangkan sejak 1985 tersebut kini menjadi tujuan utama kunjungan wisata di Singapura, di mana berdiri patung The Merlion.

Di area ini juga dibangun Gedung Teater Esplande dan Sirkuit Formula 1, bersama lebih dari 11 hotel berbintang, 10 gedung perkantoran, 6 pusat perbelanjaan, dan 20 tempat wisata.

Reklamasi menciptakan ribuan lapangan kerja baru di Singapura. Data Travel & Tourism Council pada 2014 menyebutkan perkembangan pariwisata Singapura telah menciptakan 303.000 lapangan pekerjaan dan diestimasi akan meningkat menjadi 310.500 lapangan pekerjaan pada 2015 atau naik 2,4 persen dari tahun sebelumnya.  

Pada rentang 1980-1985 (sebelum Marina Bay dibangun di lahan reklamasi) jumlah wisatawan di negara ini hanya berkisar 2 - 3 juta orang per tahun. Ini terjadi karena begitu padatnya kota dan mimimnya keberadaan lokasi wisata.

Grafik: Kunjungan Wisatawan Singapura


Sumber: Singapore Statistics

Kini, 30 tahun setelah dimulainya pengembangan proyek-proyek pariwisata di lahan reklamasi, jumlah turis sudah mencapai 15 juta orang--naik hampir 8 kali lipat--dan mendatangkan pendapatan lebih dari Sin$20 miliar setiap tahunnya. Pada 2014, kontribusi pariwisata terhadap PDB mencapai Sin$38,5 miliar--setara 10,1 persen dari PDB Singapura pada tahun yang sama. Sementara itu, menurut data US Library of Congress, pada 1980 - 1985 (sebelum reklamasi) sumbangan sektor pariwisata tidak lebih dari 6 persen PDB.

Melihat peluang ekonomi yang begitu besar, Uni Emirat Arab (UAE) tidak mau kalah. Negara Timur Tengah ini memulai reklamasi di Dubai untuk menambah lahan, juga menarik wisatawan.

Berdasarkan estimasi Dubai Chamber, pasca selesainya pembangunan Palm Jumeirah (pulau reklamasi pertama yang dibangun di kota Dubai) tahun 2005, kontribusi pariwisata di area reklamasi ini melesat ke level tertinggi sepanjang sejarah, yakni 60 persen terhadap total nilai pariwisata di UAE. Diberitakan Reuters, pasca selesainya beberapa proyek reklamasi, pariwisata menjadi sektor yang krusial bagi perekonomian Dubai, karena menyumbang US$90 miliar untuk PDB negeri ini pada 2012. Pariwisata yang makin berkembang di kota ini kemudian ikut serta menopang berbagai bisnis terkait antara lain perhotelan dan perkembangan industri retail. 

Grafik: Pertumbuhan Jumlah Kamar Hotel Dubai


Sumber: IADC & Viability Management Consultant

Dana asing dalam jumlah besar pun masuk ke Dubai, seiring datangnya gelombang turis kelas atas yang menginap di hotel-hotel berbintang atau warga asing yang ingin membeli properti di lahan reklamasi Palm Jumeirah, yang selesai dibangun pada 2005. Dalam kurun waktu 2004-05, jumlah kamar hotel meningkat 21 persen, kemudian diikuti dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 10 di tahun berikutnya. (kd)