Bareksa.com - Isu reshuffle kabinet kembali merebak. Kabar yang beredar di media sosial menyebutkan bahwa beberapa menteri akan dicopot atau digeser dari posisinya saat ini. Namun, hingga saat ini Presiden Joko Widodo masih belum memberi kepastian.
Sebelumnya, pemerintah juga telah melakukan reshuffle. Pada 12 Agustus 2015, Presiden Joko Widodo merombak kabinetnya, terutama pada posisi menteri yang terkait dengan bidang perekonomian. Posisi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang sebelumnya dipegang Sofyan Djalil diganti oleh Darmin Nasution. Sementara Soyfan bergeser menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) menggantikan Andrinof Chaniago.
Menteri Perdagangan tak luput dari pergantian pemimpin. Rachmat Gobel digantikan oleh Thomas Lembong. Posisi penting lain yang digantikan adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya yang sebelumnya dipegang Indroyono Soesilo menjadi Rizal Ramli. Selain itu, di luar bidang perekonomian, Menteri Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pun berganti dari Laksamana TNI (Purn.) Tedjo Edhy Purdijatno menjadi Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan.
Perombakan kabinet yang fokusnya merombak tim ekonomi ini ternyata membuahkan hasil yang cukup baik.
Sebagaimana diketahui, pada pertengahan 2015 Indonesia menghadapi berbagai tantangan perekonomian, antara lain melemahnya nilai tukar rupiah yang hampir menyentuh Rp15.000 per dolar AS, melambatnya perekonomian mitra dagang besar seperti China, dan pelemahan harga komoditas ekspor andalan seperti sawit dan batu bara. Sementara di dalam negeri, harga barang naik cukup signifikan terbukti dari inflasi tahunan yang mencapai 7,26 persen pada Juni-Juli 2016.
Menghadapi tekanan global yang cukup tinggi, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) mulai ambrol pada September. Menurut Bank Indonesia (BI) dalam rilisnya, IKK turun drastis karena konsumen khawatir akan terjadi kenaikan harga barang pada Desember 2015. Dengan kata lain, konsumen khawatir pemerintah tidak mampu mengendalikan naiknya harga barang.
Di tengah tantangan tersebut, pada 9 September Pemerintahan Jokowi dengan kabinet perekonomian baru, mulai menerbitkan sejumlah paket kebijakan ekonomi yang memiliki beberapa poin fokus. Di antaranya, percepatan eksekusi proyek-proyek strategis, meningkatkan daya saing industri, mendorong investasi di sektor properti, upaya menarik investasi melalui deregulasi kebijakan, serta upaya untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dengan menurunkan harga BBM dan tarif listrik.
Langkah percepatan proyek infrastruktur strategis sudah dilakukan sebelum paket kebijakan dikeluarkan. Presiden Jokowi bersama dengan kabinet barunya sejak Agustus agresif meresmikan dimulainya sejumlah proyek infrastruktur yang telah lama mangkrak. Salah satu di antaranya adalah Groundbreaking Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah 28 Agustus. Proyek vital tersebut sempat tertunda-tunda selama empat tahun. (Baca juga: Proyek-Proyek Infrastruktur Mangkrak yang Digulirkan Jokowi)
Realisasi belanja infrastruktur pun terus dikebut. Belanja barang dan belanja modal terus meningkat pada semester II-2015. Biarpun presentase realisasi anggaran belanja masih lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, tapi jumlah uang yang dikeluarkan pemerintah untuk belanja barang dan modal pada 2015 lalu 40 persen lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Grafik: Nilai Realisasi Anggaran Belanja Barang & Modal 2015 & 2014
sumber: Kementerian Keuangan, diolah Bareksa
Di sisi eksternal, paket deregulasi yang dikeluarkan Kabinet juga direspon positif oleh investor asing. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukan investasi asing pada kuartal IV-2015 mencapai Rp99,2 triliun atau naik 7,2 persen dibanding kuartal sebelumnya Rp92,5 triliun. Bahkan jika dibanding kuartal IV tahun sebelumnya, peningkatan mencapai 26 persen.
Dikebutnya belanja infrastruktur pemerintah dan menguatnya minat investasi asing perlahan diiringi dengan peningkatan indeks kepercayan konsumen. Data Bank Indonesia menunjukan IKK pada Oktober mulai naik menjadi 99,3 poin dari sebelumnya yang ambrol ke 97,5 poin. Nilai IKK kemudian terus merangkak naik sampai pada Januari 2016 kembali ke level 112,6 atau kembali ke kisaran IKK pada Agustus.
Grafik: Penanaman Modal Asing 2015
sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Meningkatnya IKK ini terjadi karena kekhawatiran konsumen yang berhasil diredam. Kenaikan harga yang sebelumnya dikhawatirkan, berhasil diantisipasi pemerintah. Hal ini terbukti dari nilai inflasi tahunan (year-on-year) yang beranjak turun sepanjang kuartal IV- 2015.
Grafik: Inflasi & Indeks Kepercayaan Konsumen Januari 2015 - Januari 2016
sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Pada Desember, inflasi Indonesia menyentuh level terendah sepanjang tahun, yakni 3,35 persen. Turun jauh dari level inflasi pada Agustus yang mencapai 7,18 persen.