Berita / / Artikel

Disinggung Ahok Ikut Menolak 15%, Inilah Potensi Pendapatan Reklamasi Jaya Ancol

• 05 Apr 2016

an image
Foto udara lanskap kawasan Pantai Ancol menggunakan Helikopter Super Puma NAS-332 milik Skuadron 45 TNI AU di Jakarta, Kamis (18/6). Pantai Ancol merupakan salah satu pusat rekreasi keluarga favorit warga DKI Jakarta dan sekitar. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

NIlai proyek reklamasi PJAA Rp2 triliun melebihi setengah dari total aset perusaahaan

Bareksa.com – Kasus suap yang menimpa PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) dan anggota DPRD DKI Jakarta dikabarkan menyeret beberapa pihak. Selain penahanan Arisman Widjaja sebagai Direktur Utama APLN, pendiri Agung Sedayu Grup, Sugianto Kusuma, pun ikut dicekal ke luar negeri oleh KPK.

Selain itu, perusahaan yang terlibat dalam proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta juga ikut disorot terkait indikasi KPK bahwa tidak menutup kemungkinan akan berkembang ke perusahaan lain yang memiliki izin proyek reklamasi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Purnama (Ahok) dalam salah satu media menyinggung bahwa Direktur Utama PJAA, Gatot Setyo Waluyo, pernah mengungkapkan keberatannya terkait 15 persen kewajiban pengembang.

Salah satu perusahaan yang ikut serta dalam proyek reklamasi, yaitu PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemda DKI. Sebanyak 72 persen saham PJAA dimiliki oleh Pemda DKI, sedangkan PT Pembangunan Jaya yang didirikan oleh Ciputra memiliki 18 persen dan masyarakat umum hanya 10 persen.

Grafik: Kepemilikan Saham PJAA

Sumber: Perseroan

PJAA sendiri memiliki izin untuk pelaksanaan reklamasi dengan total 1.031,5 ha untuk empat pulau, yakni Pulau I, J, K  dan L. Sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 121 Tahun 2012 yang ditanda tangani oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu Fauzi Bowo pada 19 September 2012, tahapan pelaksanaan pembangunan pulau reklamasi diperkirakan berjalan pada 2012 -2020, sedangkan pembangunan infrastruktur direncanakan 2021 hingga 2030. Izin untuk Pulau I dan K kemudian diperpanjang semasa Ahok.

Rencana pengembangan reklamasi di bawah PJAA dimulai dari pengembangan Pulau K untuk membangun Theme Park baru, yaitu Dufan Ocean yang diperkirakan akan menelan biaya Rp 800 miliar. Hingga 31 Desember 2015, PJAA sedang melakukan pekerjaan fisik tanggul dan penyelesaian diestimasikan pada 2018.

Untuk membiayai mega proyek reklamasi ini, PJAA menyiapkan dana sekitar Rp2 triliun pada 2016. Menilik laporan keuangan 2015, angka ini melebihi setengah dari total aset PJAA atau sebesar 64 persen dari aset keseluruhan. Sebegitu besarnya investasi yang diperlukan, hingga PJAA menarik modalnya dari PT Jakarta Tollroad Development sebesar Rp 100 miliar pada 10 Desember 2015.

Kas internal perusahaan tentunya tidak akan mencukupi untuk membiayai proyek reklamasi ini. Per 2015, perseroan hanya memiliki kas dan setara kas Rp310 miliar sehingga alternatif pendanaan diperkirakan akan berasal dari utang atau penambahan modal. Opsi penambahan utang cukup reasonable karena rasio debt-to-equity (DER) perseroan cukup rendah. Sampai 31 Desember 2015, DER PJAA tercatat hanya 0,8x atau lebih rendah dari tiga tahun sebelumnya. Selain utang, beberapa waktu lalu PJAA juga mempertimbangkan untuk melakukan right issue. (Baca juga: Begini Cara Jaya Ancol Biayai Mega Proyek Pulau K)

Grafik: Posisi Kas & Setara Kas Dan Rasio Debt-to-Equity

Sumber: Perseroan

Potensi keuntungan yang didapat bisa cukup besar dari proyek reklamasi ini sehingga tidak heran bila perusahaan properti mengusahakan segala cara untuk memuluskan pembangunan reklamasi.

Menghitung potensi pendapatan yang diperoleh PJAA jika membangun Pulau I, J dan K dengan total luas 999,5 ha dan menjual 30 persen dari luas lahan yang telah dibangun -- menggunakan asumsi harga tanah di Jakarta Utara sebesar Rp25 juta per meter -- maka potensi pendapatan yang diraup bisa mencapai Rp75 triliun. Angka ini belum ditambah dengan pendapatan dari bisnis pariwisata dengan beroperasinya Dufan Ocean yang diperkirakan akan dibuka pada Juni 2018.

 

 

Tags: