Berita / / Artikel

Kenaikan Iuran Resmi BPJS Kesehatan Dipengaruhi Harga Obat? Ini Analisisnya

• 02 Apr 2016

an image
Pekerja melakukan proses pencetakan obat jenis tablet di pabrik PT Phapros Tbk di Semarang, Jateng, Jumat (20/6) - (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Marjin laba produsen farmasi Indonesia yang tergolong rendah mempengaruhi kestabilan harga obat di Indonesia

Bareksa.com – Naiknya iuran resmi BPJS Kesehatan untuk menjaga keberlangsungan pelayanan sistem jaminan kesehatan ini menunjukan adanya kenaikan dari salah satu komponen klaim yang diajukan penyedia pengobatan ke Pemerintah.

Dalam PMK no 59 tahun 2014 menyebutkan pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan dilakukan berdasarkan tarif Indonesia Case Base Groups yaitu pembayaran dengan sistem paket berdasarkan pengelompokan diagnosis penyakit. Ongkos obat masuk dalam komponen tersebut.

Terkait dengan obat, memang industri farmasi di Indonesia tidak bisa menanggung kenaikan ongkos produksi yang besar. Marjin laba usaha perusahaan farmasi di Indonesia jauh lebih rendah dari rata-rata di kawasan Asia.

Rata-rata marjin laba usaha perusahaan farmasi Indonesia hanya 10,11 persen, kalah dari Vietnam yang memiliki rata-rata marjin 11,60 persen, dan China 14,54 persen. Dari  sembilan negara Asia, Indonesia berada di urutan ke delapan atau hanya unggul dari Malaysia yang memiliki rata-rata marjin 8,80 persen.

Grafik: Rata-rata Marjin Laba Perusahaan Farmasi Di Asia

Sumber: Bareksa.com

Terlebih lagi dengan BUMN yang bergerak dibidang farmasi. Marjin laba usaha PT Kimia Farma Tbk (KAEF) hanya 7,82 persen. Begitu juga dengan PT Indofarma Tbk (INAF) yang hanya mencapai 7,69 persen. Hal ini tidak terlepas dari besarnya kontribusi produksi obat generik.

Kepada media, Rusdi Rosman, Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk mengatakan margin obat generik berkisar antara 5-10 persen saja. Padahal idealnya, margin produk farmasi minimal sekitar 20 persen.

Grafik: Marjin Laba Operasi Perusahaan Farmasi Indonesia


Sumber: Bareksa.com

Rendahnya marjin tentunya membuat kemampuan sebuah perusahaan untuk tidak menaikkan harga jika ongkos produksi naik menjadi berkurang. Sehingga sensitivitas produsen menaikkan harga obat menjadi tinggi.

Apalagi mayoritas bahan baku industri farmasi di Indonesia masih mengandalkan impor. Akibatnya fluktuasi nilai tukar menjadi risiko tersendiri bagi perusahaan. (np)

 

 

 

 

 

Tags: