Bareksa.com - Kementerian Transportasi Amerika Serikat merilis data maskapai paling buruk dalam catatan perjalanan di antara 13 maskapai yang ada di Amerika Serikat. Dari rilis Kementerian Transportasi tersebut terungkap bahwa Spirit Airlines menjadi maskapai terburuk pada 2015.
Maskapai penerbangan murah ini meru salah satu maskapai yang mendapatkan keluhan paling besar dari konsumen di Negeri Adidaya tersebut. Pada Kamis, 19 Februari 2016 waktu setempat diumumkan bahwa 11,73 dari 100 ribu penumpang mengeluhkan performa maskapai ini.
Angka keluhan ini jauh lebih tinggi dari rata-rata angka keluhan di seluruh maskapai sebanyak 1,9 dari 100 ribu keluhan. Keluhan terhadap Spirit Airlines juga meningkat 47 persen dari keluhan yang mereka terima pada tahun sebelumnya.
Padahal secara keseluruhan, on time arrivals di industri penerbangan Amerika Serikat membaik. Spirit Airlines merupakan maskapai paling banyak terlambat, dengan on time performance mencapai 79,92 persen.
Di atas Spirit ada maskapai Frontier yang mencapai 73,98 persen. Maskapai Hawaiian sebagai maskapai paling tepat waktu di Amerika Serikat dengan angka ketepatan 88,40 persen.
Secara keseluruhan angka on time performance (OTP) seluruh maskapai di Amerika mencapai 79,92 persen.
Lalu bagaimana jika dibandingkan dengan Indonesia?
OTP maskapai di Indonesia tidak terlampau jauh dari Amerika Serikat. Pada periode Juli - Desember 2015 tingkat OTP untuk 15 maskapai mencapai 77,16 persen. Total penerbangan yang tercatat oleh Kementerian Perhubungan mencapai 356.621 penerbangan.
Tiga maskapai dengan tingkat OTP paling kecil adalah Trigana Air (45,74 persen), Susi Air (34,96%) dan Travel Express (33,28 persen). Sementara itu maskapai paling tepat waktu di Indonesia ditempati oleh Batik Air (91,21 persen), Nam Air (90,61 persen) dan maskapai pelat merah Garuda Indonesia Tbk (85,82 persen).
Dari keseluruhan OTP, Kementerian Perhubungan menyatakan faktor teknis operasional seperti kondisi bandar udara (di luar manajemen maskapai), bandara tidak dapat digunakan, keretakan landasan pacu, keterlambatan pengisian bahan bakar, dan terjadinya antrian pesawat yang akan take off maupun landing di bandara menyumbang hingga 32,75 persen dari seluruh perjalanan yang telat.
Selanjutnya faktor non teknis operasional seperti keterlambatan kru pesawat, keterlambatan katering, keterlambatan karena menunggu penumpang yang akan check in, ketidaksiapan pesawat dan keterlambatan penanganan di darat menyumbang 49,63 persen. Hanya 15,84 persen yang disebabkan peristiwa non teknis seperti cuaca.