Berita / / Artikel

Turunnya Harga Gas Industri Akan Berlaku Surut, Saham PGAS Kembali Tertekan

• 27 Jan 2016

an image
Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk di Stasiun Transmisi Bojonegara, Banten (Company)

Deutsche Bank menyebutkan harga saham PGAS sudah priced-in

Bareksa.com –  Sesuai dengan paket kebijakan ekonomi jilid III yang diumumkan pemerintah tahun lalu, harga gas industri seharusnya sudah turun per 1 Januari 2016. Namun rencana ini belum dapat terealisasi karena pemerintah masih merampungkan Peraturan Presiden (Perpres) seperti diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I G.N Wiratmaja Puja. Wiratmaja juga menyebutkan jika Perpres terbit maka harga baru berlaku surut atau sejak awal Januari 2016.

Potensi penurunan harga gas industri dapat mencapai 30 persen, menurut Menteri ESDM Sudirman Said. Dengan beredarnya kabar ini, saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) kembali tertekan. Pada penutupan perdagangan hari ini (Selasa, 26 Januari 22016) harga saham PGAS turun 3,6 persen, sedangkan setahun terakhir PGAS tercatat telah anjlok 53 persen.   

Namun, dalam laporan risetnya hari ini Deutsche Bank menyampaikan bahwa harga PGAS sebesar Rp2.500 sudah mencerminkan perkiraan investor atas turunnya marjin menjadi US$2,5 per MMBtu atau bisa dibilang sudah priced-in. Selama ini PGAS menetapkan marjin antara US$ 3 - 3,5 per MMBtu.

Grafik: Marjin Bersih PGAS

Sumber: Laporan keuangan PGAS

Deutsche menyebutkan intervensi harga distribusi gas bukanlah tujuan utama pemerintah. Penurunan harga gas industri akan dilakukan pemerintah melalui efisiensi industri gas dan menurunkan profit sharing pemerintah di bisnis hulu migas (upstream). Hal ini malah merupakan hal positif untuk PGAS karena salah satu langkah pemerintah untuk efisiensi adalah mengutamakan pasokan gas untuk perusahaan yang telah memiliki infrastruktur pipa gas. Oleh karenanya, pasokan gas terhadap PGAS bisa meningkat.   

Deutsche juga menganggap PGAS masih merupakan salah satu perusahaan infrastruktur gas yang paling menguntungkan bila dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Alasannya PGAS termasuk salah satu penyumbang dividen terbesar ke pemerintah di antara BUMN. Bersama dengan PT Telkom, kontribusi dividen yang diberikan kedua BUMN ini mencapai 20 persen dari total penerimaan dividen pemerintah. Apalagi Kementerian BUMN meningkatkan target dividen BUMN pada 2016 sebesar Rp34 triliun atau naik Rp 3 triliun dari 2015.

Hal ini menyiratkan bahwa pendapatan dan marjin PGAS tidak akan terdampak oleh peraturan pemerintah terkait harga gas industri karena dividen akan dipengaruhi oleh marjin yang diperoleh PGAS.

Tags: