Bareksa.com – Dalam dua hari terakhir saham emiten farmasi bergerak cukup aktif. Minggu lalu harga saham emiten farmasi milik pemerintah, yaitu PT Indofarma Tbk (INAF) sempat melompat 32,5 persen pada 15 Januari 2015 sebelum akhirnya harus terkoreksi 4,25 persen menjadi Rp 203 pada penutupan perdagangan hari ini (Senin, 18 Januari 2016).
Padahal, perusahaan farmasi swasta, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dalam tiga hari perdagangan berturut-turut justru membukukan return negatif, dan pada penutupan perdagangan hari ini anjlok lagi 5,56 persen.
Apa pemicunya?
Kementerian BUMN dikabarkan segera merealisasikan pembentukan induk usaha (holding company). Deputi Kementerian BUMN Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Aloysius K. Ro menyebutkan ada tujuh holding company yang akan dibentuk. Salah satunya di sektor farmasi yang melibatkan PT Kimia Farma, PT IndoFarma dan PT Bio Farma.
Isu pembentukan holding company BUMN farmasi sebetulnya telah lama bergaung bahkan sejak dari zaman Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun hingga saat ini belum juga terealisasi. Hanya induk usaha pertambangan yang ditargetkan selesai pada akhir 2016. Sisanya masih belum dapat dipastikan meskipun telah masuk ke dalam "RoadMap" BUMN 2015 – 2019.
Selain isu pembentukan induk usaha, upaya intervensi harga obat oleh pemerintah juga memicu volatitas pada emiten farmasi belakangan ini. Pada Desember 2015 lalu, pemerintah menyatakan sedang berupaya untuk menurunkan harga obat-obatan yang kini dianggap masih memberatkan masyarakat. (Baca juga: Pemerintah Dorong Penurunan Harga Obat, Saham Farmasi Terjun Bebas)
Grafik: Pergerakan Saham INAF, KAEF dan KLBF
Sumber: Bareksa.com
Namun, salah satu broker asing, Nomura, mengutarakan bahwa sentimen negatif intervensi pemerintah terkait harga obat sudah berlebihan dan merekomendasikan ‘Buy’ untuk KLBF dengan target harga Rp 1.660 atau berpotensi naik 22 persen pada akhir 2016.