Mengapa Harga Minyak Jatuh ke Level $30 per Barel? Ini 5 Alasannya.

Bareksa • 13 Jan 2016

an image
Dua pekerja mengontrol kerangan pipa produksi yang berasal dari sumur menuju stasiun pengumpul minyak mentah di lapangan operasi Klamono PT. Pertamina EP Aset 5 Papua, Kabupaten Sorong, Papua Barat. (ANTARA FOTO/Saptono)

Harga minyak terakhir mencerminkan penurunan 19 persen selama kurang dari dua pekan

Bareksa.com - Harga minyak mentah global kembali anjlok, mencapai US$30 per barel pada perdagangan Selasa 12 Januari 2016. Harga tersebut terendah sejak Desember 2003. Harga minyak terakhir itu mencerminkan penurunan 19 persen selama kurang dari dua pekan dan juga pelemahan 72 persen dari level tertinggi US$108 per barel pada Juni 2014.

Analis menilai kondisi ini sudah di luar dugaan. "Situasi fundamental untuk pasar minyak ini lebih buruk daripada yang diperkirakan sebelumnya," ujar riset Barclays tentang komoditas yang telah dibagikan kepada nasabah.

Harga minyak mentah turun 3 persen pada Selasa dan ditutup pada US$30,44 per barel, menjadikan penurunan tujuh hari berturut-turut.

Berikut ini lima alasan mengapa harga minyak mentah terus anjlok:

1.) Kekacauan OPEC

Harga minyak sempat reli pada awal perdagangan Selasa setelah pejabat Nigeria dan Presiden OPEC Emmanuel Kachikwu mengatakan kartel minyak tersebut akan melakukan pertemuan mendadak, seperti dikutip oleh CNN. Hal tersebut memberi harapan bahwa negara produsen minyak seperti Nigeria meminta sang pemimpin OPEC untuk menekan produksi.

Akan tetapi, penjabat Uni Emirat Arab langsung menghancurkan harapan tersebut dengan mengatakan strategi sekarang -- tidak membatasi produksi untuk menjaga pangsa pasar -- masih tetap berjalan. Internal OPEC sendiri yang tidak akur juga sebelumnya terlihat dalam ketegangan antara Arab Saudi dan Iran pekan lalu. Hal ini membawa harga minyak terus tertekan.

2.) Kekhawatiran dari China

Kekhawatiran ekonomi China tidak hanya buruk untuk pasar saham tetapi pasar komoditas. Bila benar ekonomi negara terbesar di Asia tersebut melambat, permintaan terhadap minyak mentah juga tentu berkurang.

"Pada pekan lalu, ketakutan kuat terhadap kejatuhan ekonomi China telah muncul kembali," ujar Michael Wittner, kepala riset minyak global Societe Generale dalam riset yang dibagikan pada nasabah.

3.) Produksi Minyak AS

Saat permintaan dikhawatirkan tidak bertambah, penurunan harga minyak lebih banyak disebabkan oleh menumpuknya pasokan. Berlebihnya pasokan minyak terutama disebabkan oleh booming produksi shale oil di Amerika.

Produksi minyak Amerika memang berkurang tetapi tidak banyak seperti yang diperkirakan. Pada Oktober, produksi minyak AS rata-rata sebanyak 9,35 juta barel per hari, hanya merosot sedikit dari puncaknya 9,7 juta barel pada April.

4.) Iran Bersiap Menambah Produksi

Pasar berharap Iran dapat segera mengurangi pasokan minyak. Meski Iran sudah menjalankan kewajibannya dalam sanksi nuklir, kedua negara masih akan bernegosiasi kembali akhir bulan ini atau Februari.

Masih menjadi misteri berapa banyak produksi minyak Iran, tetapi negara di Teluk Persia tersebut sepertinya tidak peduli dengan penurunan harga minyak. Padahal, penurunan produksi minyak Iran dapat mengatasi masalah kelebihan pasokan.

5.) Risiko Nilai Tukar Dolar AS

Minyak mentah diperdagangkan dalam dolar AS. Hal itu berarti semakin kuat nilai tukar dolar, semakin mahal harga minyak bagi pembeli di luar negeri. Oleh sebab itu, Morgan Stanley memperingatkan bahwa penguatan dolar dapat membawa harga minyak turun menyentuh US$20 per barel.

Meskipun harga minyak yang murah menyenangkan bagi pembeli, penurunan ini menekan harga saham produsen minyak di bursa. Harga saham perusahaan energi di S&P 500 sudah turun 10 persen sepanjang tahun ini.